TERGANGGU

imajihari
Chapter #15

Bab 15

Sehabis adzan subuh, Bagus berjalan keluar dari kamarnya untuk pergi ke kamar mandi dan berwudhu. Saat menyalakan lampu, ia melihat Nina sedang terduduk di ruang tengah. Duduk diam dan menghadap ke arah televisi.

Dengan tatapan heran Bagus berjalan menghampirinya.

"Nin, ngapain duduk di sini?"

Nina tidak menggubrisnya. Bahkan sepertinya ia tak mendengar ucapan Bagus.

"Sejak kapan kamu duduk di sini?"

Lagi lagi Nina hanya diam. Menatap kosong. Tak bergerak sama sekali seperti sebuah patung yang teronggok diam.

"Ke kamar lagi ya? Ini masih subuh. Masih dingin... ayo Mas antar."

Saat Bagus hendak menarik tangannya, Nina langsung menahannya.

"Ada apa Gus?" tanya ibu yang baru keluar dari kamar. Kemudian ia merasa heran dengan Nina yang sedang terduduk diam di dekat Bagus.

"Nin... kamu ngapain di sini? Gus, kamu bawa lagi dia ke kamar."

"Dia gak mau Bu."

Ibu menghela napas, "ya sudah kalau kamu mau diam di sini. Sudahlah, Gus. Biarkan saja," tutur ibu sambil memegang pundak Bagus.

Bagus menatap pada ibu dan mengangguk pelan. Ia pun kembali melanjutkan kegiatannya ke kamar mandi. Selama berjalan ke kamar mandi, ia tidak berhenti menengok ke belakang. Tepat ke arah Nina yang sedang duduk.

***

Setelah salat subuh, ibu berjalan ke arah ruang tamu untuk menonton acara ceramah pagi di televisi. Ibu duduk di sebelah Nina yang sejak tadi masih diam mematung.

Ibu menonton dan mendengarkan ceramah dengan fokus sambil sesekali melirik ke arah Nina. Berapa kali pun ibu melihat ke arah Nina, Nina masih diam. Ia hanya berkedip puluhan detik sekali. Akhirnya ibu pun menyerah. Ia memilih untuk fokus menonton dan membiarkan Nina.

"... jika kita percaya pada kekuatan dukun dukun itu, maka itu adalah musyrik. Menduakan Allah. Dan itu merupakan salah satu dosa yang sangat besar. Allah sangat benci dengan orang orang seperti itu..."

Bahasan sang penceramah membuat ibu termenung dan diam. Ia sudah sangat berdosa dengan datang menemui Mbah Naryo. Sekarang Tuhan pasti sangat membencinya. Mungkin Tuhan akan memberikan hukuman padanya. Tapi, asalkan anaknya bisa baik baik saja, ibu rela menanggung dosa meski itu sebesar samudera.

"Bu..." sapa Bagus membuat ibu kaget.

"Iya."

"Kenapa melamun?"

"Enggak. Gak apa apa. Ibu mau nyuci baju dulu. Kamu duduk di sini temani Nina," pinta ibu yang langsung berdiri dan meninggalkan Bagus yang masih keheranan.

Bagus pun duduk di sebelah Nina. Mengambil remot dan memindahakan chanel televisi ke acara kartun. Ia menonton sambil sesekali tertawa karena tingkah lucu si tokoh kartun.

"Liat Nin... dia jatuh... hahaha," ucap Bagus sambil menengok ke arah Nina.

Seketika tawanya terhenti ketika mendapati Nina masih dalam posisi yang sama. Pandangan yang sama. Ia terlihat seperti patung yang bernapas. Hanya diam saja. Pandangannya pada televisi tapi pikirannya entah kemana. Seperti terbawa ke tempat lain tapi bukan di sana.

"Nin..." sapa Bagus sambil memegang pundak Nina. Nina menengok.

"Kamu mau nonton acara lain? Biar mas pindahkan."

Nina menggelengkan kepala. Kemudian ia mengangkat kakinya ke atas kursi dan memeluknya. Kepalanya disandarkan di atas lutut sambil menengok membelakangi Bagus.

Bagus tidak tahu harus berbuat apa. Ia berjalan ke luar sambil membawa ponselnya. Bagus mencari nomor Fahri dan mencoba memanggilnya. Tapi tidak bisa. Fahri tidak bisa di hubungi.

Ia pun kembali masuk ke dalam dan melihat Nina sudah tidak ada di ruang tengah. Saat mencarinya, ternyata Nina ada di ruang tamu. Ia duduk di lantai dengan tangan yang dilipat di atas meja. Kepalanya ia sandarkan di atas tangannya. Dan masih sama. Melamun.

Bagus menghampirinya dan ikut duduk di lantai, menghadap ke arah Nina. Bagus mengusap rambut Nina lembut. Entah kenapa rasanya sakit sekali melihat adiknya yang biasanya banyak bicara jadi diam dan melamun seperti itu.

"Nin... Mas gak tahu kamu kenapa. Mas akan selalu berdoa semoga kamu bisa seperti dulu."

***

Setelah ibu keluar dari kamar mandi dan menjemur pakaian, Bagus menghampirinya.

"Bu, kadosipun Nina tambah parah, bu."

Lihat selengkapnya