Libur telah tibaWaktu yang di tunggu akhir nya tiba. Sekolah memberikan hari libur sekitar empat belas hari, dan juga saat bertepatan dengan bulan ramadhan dan hari raya idul fitri. Aku memutuskan untuk pergi berlibur dan berlebaran di Tangerang, yaitu di rumah kakek ku. Saat itu aku putuskan untuk pergi kesana sendirian tanpa di temani Bapak, Mamah dan adik ku karena kebetulan ada urusan yang tak bisa di tinggalkan, berangkat lah aku sendiri.
Tarif bis ketika sedang mendekati hari raya atau saat musim liburan tiba memang sedikit agak mahal dan macet nya ketika dalam perjalanan. Tapi aku lebih memilih menaiki bis ketimbang transportasi lain nya karena, aku sudah terbiasa saja dari kecil memang kaluar pergi keluar kota selalu naik bis, dan aku sudah merasa nyaman ketika ada di dalam nya. Terlebih aku bisa melihat pemandangan yang indah di sebelah kanan dan kiri ku.
Aku berangkat sekitar jam setengah enam pagi dan sampai ke Tangerang sekitar jam tiga sore. Saat itu aku turun di salah satu Terminal yang ada disana lalu menunggu kakek ku yang akan menjemput.
Aku memanggil Kakek ku bukan seperti anak-anak lain nya yang memanggil Kakek nya dengan sebutan Eyang, Abah ataupun Engkong, aku memanggil Kakek ku dengan sebutan Bapak Aki atau Aki, karena dari kecil aku sudah memanggil nya seperti itu. Tak lama Aki datang lalu turun dari angkot nya.
“Lama nunggu nya Dit?” Tanya Aki.
Aku langsung meraih tangan nya dan salim kepada nya.
“Baru ajah nyampe Ki” Jawabku.
“Yaudah kita langsung ke rumah” Ajak Aki.
“Hayu Ki”
Kami langsung menaiki angkot saat itu juga. Di angkot Aki mengajak ku bicara lagi.
“Masih puasa?” Tanya Aki.
“Masih atuh Ki, malu udah gede masa bolong-bolong” Jawabku.
“Bagus” Singkat Aki.
Setelah turun dari angkot dan berjalan kaki sebentar, akhirnya kami sampai di rumah. Rumah nya tak begitu besar hanya ada teras, ruang tv, tiga kamar, dapur kamar mandi dan di bagian belakang untuk jemur-menjemur pakaian. Ku lihat ada seseorang yang sedang menonton tv saat itu, itu adalah Ibu alias Nenek ku.
Yaa memang benar aku memanggil Nenek ku dengan sebutan Ibu, dan Ibu kandungku kupanggil Mamah. Memang sedikit membingungkan tapi begitulah, karena kebiasaan dari kecil memanggil nya begitu. Ibu yang daritadi sedang asyik menonton tv sadar bahwa cucu nya telah sampai di rumah nya.
“Assalamualaikum Bu?” Ucapku.
“Waalaikumsalam” Jawabnya.
“Adit masih puasa?” Pertanyaan nya sama seperti Aki ku tadi.
“Masih Bu”
“Di jalan tadi macet?”
“Biasa lah Bu, setiap tahun pasti gitu”
“Sekarang udah berani kesini sendirian, nah gitu berani. Jangan sama Mamah mu terus”
“Iya siap Bu”
“Yaudah sana mandi dulu, terus sholat” Suruh Ibu.
Aku langsung pergi ke kamar untuk menaruh baju-baju ku di lemari, lalu pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.
Sesudah Mandi dan bersih-bersih lalu di lanjutkan sholat ashar, aku duduk di depan tv sambil memainkan ponsel ku yang sejak tadi belum ku buka. Dan aku lupa belum berkabar dengan Rara, karena aku sudah kembali dekat dengan nya lagi tak salah juga untuk ku saking mengirim kabar dengan nya.
Aku pergi ke bagian belakang rumah dan kebetulan disana ada sebuah tempat duduk, mungkin tepat duduk yang ada di situ di gunakan oleh Aki untuk bersantai setiap sore.
Telfon masih berdering, dan tak lama kemudian menyambung.
“Halo Ra” Sapaku.
“Iya Dit”
“Lagi dimana?” Tanyaku.
“Di rumah”
“Oh gitu, kamu puasa nggak?”
“Nggak”
“Eh kenapa ai kamu nggak puasa, nanggung bentar lagi lebaran?”
“Rara lagi Pms”
“Iya aku lupa perempuan mah da istimewa”
“Hahaha! Kalo nanti Rara suka cuek sama marah-marah nggak jelas ke Adit maaf ya” Ia berbicara sambil tersenyum-senyum.
“Halah, biasa nya juga suka marah-marah” Aku berbicara dengan nada suara yang seperti mengejek nya.
“Iya bener hehehe” Ia tertawa kecil.
“Kalau Adit suka marah nggak sama Rara?” Tanyaku.
“Nggak” Singkatnya.
“Bener nih?” Tanyaku lagi.
“Bener” Tegasnya.
“Pasti sekarang perut nya lagi sakit yah?” Aku menebak-nebak saat itu.
“Iya. Padahal Rara pengen tidur tapi nggak bisa, karena nahan sakit”
“Adit tahu kok tahu terus ya, Rara lagi ini lagi itu!” Ucapku.
“Iya karena Adit udah biasa ngadepin Rara” Ungkapnya.
“Adit kan berusaha untuk selalu ada buat Rara”
“Iya terima kasih”
“Tapi sekarang Adit sedang nggak bisa buat nemenin kamu” Jelasku.
“Kenapa?” Ia kaget lalu bertanya seperti itu.
“Adit sedang jauh” Jawabku pelan.
“Jauh?” Rara bertanya dengan nada yang kaget lagi seperti sebelumnya.
“Iya jauh, Adit lagi di Tangerang”
“Ngapain disana?”