Setelah satu tahun bersekolah akhirnya aku menginjak bangku kelas sebelas atau bisa di bilang dengan kelas dua smk. Aku merasa pelajaran kian hari di sekolah sangat sulit tapi memang begitulah keadaan nya, aku harus bisa melewati semua itu.
Jiwa kenakalan ku mulai keluar dari situ, yang tadi nya hanya diam seperti anak-anak lain nya. Dan kenakalan ku berbuntut pada Gani, Gani dan aku berubah menjadi siswa yang tak bisa di atur, jarang sekali ada di kelas, jarang sekali mengikuti pelajaran, jarang sekali hadir ketika absensi kelas. Kami sangat sering bolos pada saat itu.
Dari rumah kami memang berangkat tapi di tengah jalan pikiran kami menjadi berubah. Yang tadinya berpikir untuk pergi ke sekolah malah berbelok arah. Kira-kita kami bolos dalam seminggu bisa sampai lima kali. Bisa kalian bayangkan bahwa apa yang sedang ku lakukan saat itu adalah hanya belajar di sekolah cuma dua hari saja.
Nilai-nilai pelajaran kami di pertaruhkan dan ditangguhkan saat itu, karena kenakalan yang kami perbuat. Kami tidak membuat onar ataupun masalah di dalam sekolah, tetapi akibat kami sering bolos dan tak masuk pelajaran dari situlah masalah kami terbesar saat itu yang kami alami.
Sampai-sampai di panggil ke ruang BP untuk di berikan arahan agar menjadi lebih baik kepada sedia kala, tapi arahan-arahan itu tak bisa masuk ke dalam kepala dan diri kami. Karena sering sekali bolos, kami tidak mengetahui perkembangan apa saja yang terjadi di dalam kelas maupun di sekolah.
Padahal itu masih berada di semester satu, absen bolos kami sudah menumpuk sangat banyak, tugas-tugas pun menumpuk karena tidak pernah kami kerjakan, ulangan-ulangan pun jarang sekali untuk kami ikut. Memang masa-masa itu sangat kacau, aku sendiri pun sampai saat ini masih tidak menyangka bahwa aku pernah seperti itu.
Di warung tongkrongan hanya ada kami berdua, anak-anak yang lain nya sedang berada di sekolah dan belajar. Aku dan Gani hanya diam dan santai-santai disana.
“Dit, gimana nih?” Gani bertanya.
“Gimana apa nya?” Aku bertanya balik kepada nya, karena aku bingung dan tak mengerti apa yang Gani tanyakan.
“Kita bolos terus, nilai, tugas, ulangan, ruang BP terus ada di otak gue”
“Gue juga lagi pusing kali mikirin itu”
“Gimana kalau orang tua kita tahu Dit, kalo kita kayak gini di sekolah!”
“Tenang aja Gan, lagian kita juga nggak setiap hari kayak gini”
“Kita pindah tempat ajah yuk! Gue pusing disini”
“Mau kemana emang nya?” Tanyaku.
“Kemana ajah kek, gunung, sawah, hutan apa ajalah yang penting jangan disini dulu”
“Yaudah hayu ke penjara!!!” Canda ku pada Gani.
“Gila lu!!! Orang kita nggak mgelakuin kriminal, ngapain ke penjara?”
“Lu yang bilang tadi kan, kemana ajah asal jangan disini”
“Iya tapi nggak gitu juga kali”
“Lu yang cari tempat nya deh!!!” Ujar ku sambil menyeruput kopi saat itu.
“Yaudah hayu”
“Ini kopi nya gimana geblek!!!”
“Abisin ajah cepet”
Gani mulai menyalakan motor nya dan kami pun langsung berangkat ke suatu tempat. Di perjalanan aku hanya melihat banyak nya pepohonan di sebelah kiri-kanan nya, jalanan nya sangat sepi dan jarang di lalui.
Akhirnya kami sampai di suatu tempat seperti hutan yang bekas di jadikan tempat wisata. Tempat nya sangat kotor dan tidak ter-urus, daun-daun kering banyak terhampar dan menumpuk, suara angin yang menyatu dengan alam sangat terdengar mengerikan dan membuat ku merinding.
“Ngapain kesini si?” Tanyaku heran.
“Kenapa lu takut?”
“Kagak lah”
“Lu itu suka penelusuran ke tempat-tempat angker, masa sama tempat beginian lu takut” Gani berbicara seperti tanpa etika, ia sangat sembarangan ketika di tempat itu.
“Shuttt!!! Jangan sembarangan ngomong nya, kalo di tempat kayak gini”
“Kenapa emang nya orang nggak ada apa-apa?” Tantang nya.
“Shuttt!!! Berisik Gan”
“Gue nggak takut”
Tiba-tiba angin mulai kencang, suara-suara alam mulai terdengar berubah dan lebih mencekam seakan-akan kami tak di terima disana.
“Goblok berisik!!!” Kesalku pada Gani.
“Apaan sih?”
“Buruan kita cabut dari sini” Ucapku yang merasa resah saat itu.
“Baru juga dateng”
“Mana sini buruan kunci motornya?”