Terhimpit

litareea
Chapter #2

PENGAWAL PRIBADI

"Selamat datang, Non Adinda."

Sambutan hangat itu masih tidak berubah setiap Adinda mengunjungi kediaman utama keluarga ayahnya, keluarga Soeharso. Kediaman megah dengan sentuhan vintage yang khas. Tempat dimana Eyangnya hidup dan menghabiskan masa tua sekarang bersama para pelayan dan beberapa anjing peliharaan yang selalu setia menemaninya.

"Eyang sehat?"

Itu adalah sapaan basa-basi awal yang Adinda tujukan untuk ibu dari pihak ayahnya.

Eyang Susan atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Eyang saja, wanita tua dengan rambut memutih yang dicepol ke atas itu menatap cucunya yang baru datang setelah sekian lama dan langsung menyodorkan beberapa bingkisan kue di atas meja.

"Seharusnya Eyang yang bertanya seperti itu. Dinda sehat?"

Sekarang malah giliran wanita tua renta itu yang balik bertanya. Mungkin ia menyadari kantung mata menghitam di bawah cekungan mata cucunya itu yang semakin parah.

"Cuman kurang tidur aja. Mungkin, karena sekarang aku lagi sibuk kuliah," jawab gadis itu sekenanya sambil menuangkan teh chamomile ke atas cangkir dengan cekatan.

Wanita tua itu menghela nafasnya perlahan sebelum akhirnya kembali membuka suara.

"Eyang sudah bicara sama ibu kamu lewat telepon kemarin. Katanya kamu kembali mengunjungi rumah sakit secara diam-diam. Ini bukan cuman perkara karena kamu sedang sibuk kuliah, bukan?"

Adinda terdiam mendengarkan pertanyaan Eyang untuk dirinya. Jari jemari gadis itu mulai bergerak resah seakan memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan wanita tua yang sedang duduk tepat di hadapan dirinya itu.

"Eyang, aku baik-baik aja..."

Belum sempat gadis itu merangkai berbagai alasan yang tepat, ucapannya mendadak harus terpotong begitu saja karena sang wanita tua tiba-tiba mempersilahkan seorang lelaki asing untuk memasuki ruangan tanpa Adinda perkirakan sebelumnya.

Adinda memperhatikan lelaki yang melangkah memasuki ruangan itu dalam diam. Sosok lelaki muda berpostur tubuh kurus tinggi menjulang dengan setelan jas hitam rapi sekarang berdiri tepat di samping dirinya.

Lelaki asing yang entah siapa.

Pekerja baru di kediaman ini? Adinda sempat berpikir seperti itu.

Ia hafal betul para pekerja yang tinggal di kediaman Eyangnya ini, dan ini adalah kali pertama baginya melihat sosok lelaki itu di dalam rumah ini.

Lelaki asing itu membungkuk sejenak ke hadapan Adinda, seakan memberi salam kepada gadis itu dengan sangat sopan nan hormat.

"Senang bertemu dengan Anda, Nona Adinda. Akhirnya saya dapat bertemu dengan Anda."

Adinda malah memasang wajah bingung mengapa lelaki itu tiba-tiba memberi salam hormat kepada dirinya. Tutur bahasa lelaki itu kedengaran sangat kaku dan formal.

Melihat wajah kebingungan cucunya itu, Eyang Susan akhirnya kembali membuka suara. Mencoba meluruskan apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini.

"Ini Haidan. Pengawal pribadi yang sengaja Eyang pilihkan untuk kamu, Dinda."

Mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Eyangnya itu membuat kedua bola mata Adinda langsung membulat seketika.

"Pengawal pribadi?"

Gadis itu bertanya memastikan dengan wajah terkejut setengah mati sementara Eyang malah mengangguk mengiyakan dengan cepat.

"Kenapa Eyang? Eyang, aku nggak butuh pengawal. Aku nggak ngerti kenapa Eyang memutuskan ini secara sepihak tanpa konfirmasi ke aku dulu sebelumnya. Eyang, aku ini nggak kenapa-kenapa. Menyewa pengawal pribadi, itu berlebihan," protes gadis itu dengan wajah seriusnya. Ia bahkan tidak peduli jika lelaki asing itu masih berdiri tepat di samping dirinya dan mendengarkan segala percakapan ini.

"Maaf karena memutuskan ini secara sepihak tanpa memberitahu kamu sebelumnya, Dinda. Tapi Eyang sudah memikirkan ini secara matang jauh dari hari-hari sebelumnya. Eyang juga sudah bicara sama ibu kamu sebelum mengambil keputusan ini dan dia tidak masalah sama sekali."

"Ya, tapi tetap aja. Eyang, aku ini baik-baik aja..."

"Dinda, asal kamu tahu akhir-akhir ini Eyang suka bermimpi buruk. Eyang memimpikan hal-hal buruk kembali terjadi kepada kamu."

Wanita tua itu kembali memotong ucapan Adinda dengan mudahnya.

"Eyang bermimpi orang-orang itu kembali menyerang kamu. Menyakiti kamu. Menganiaya kamu, cucu Eyang satu-satunya."

Adinda terdiam mendengarkan lanjutan ucapan wanita tua yang ditujukan untuk dirinya itu dalam duduknya.

"Tapi orang-orang jahat itu semuanya sudah ditangkap dan akan menerima hukuman mereka, Eyang."

Gadis itu bergumam dengan pelan sambil memainkan jari jemarinya dari balik meja.

"Eyang tahu. Eyang juga sudah menerima kabar itu. Kabar dari pengacara keluarga kita bahwa kasus insiden penyekapan itu akan usai bersamaan dengan hukuman mati yang akan diterima para pelaku akhir tahun ini."

Lihat selengkapnya