Terhimpit

litareea
Chapter #3

SERANGAN MISTERIUS

"Kita harus lapor polisi..."

"Jangan gegabah, Nona Adinda."

Suara pengawal pribadi itu dengan cepat memotong ucapan sang gadis yang masih berdiri menatap ke arah layar rekaman CCTV dengan resah. Adinda menatap lelaki bertubuh tinggi kurus itu dengan tatapan tidak mengerti.

Jangan gegabah?

Saat ada seseorang tidak dikenal yang tiba-tiba saja memberikan bangkai burung di depan pintu rumahnya? Bagaimana bisa!

"Dalam kasus seperti ini, orang misterius yang mengirimkan paket itu mungkin sudah memperkirakannya. Memperkirakan bahwa kita akan melaporkannya pada pihak kepolisian. Itu adalah pilihan pertama paling umum untuk dapat dilakukan."

"Terus? Karena ini adalah pilihan dan langkah paling umum kenapa kita tidak langsung melakukannya?" tanya gadis itu masih dengan wajah kebingungannya sementara Haidan malah menggelengkan kepalanya secara perlahan sebagai bentuk dari ungkapan tidak setuju atas ucapan Adinda barusan.

"Nona Adinda memangnya tidak melihat bagaimana laki-laki itu muncul dengan begitu gamblangnya menampakkan dirinya di depan pintu dan membawa paket menyeramkan berisi burung yang sudah mati penuh darah itu? Meskipun wajahnya tertutup dan tidak kelihatan, ia dengan percaya diri dan penuh kesadaran tahu bahwa CCTV rumah ini menyala dan akan merekam dirinya. Itu artinya, ia sudah mempersiapkan diri jika kita akan melaporkannya ke pihak kepolisian. Orang dalam rekaman ini... sama sekali tidak takut akan hal itu," jelas Haidan sambil menunjuk ke arah rekaman layar yang menunjukkan seorang lelaki misterius dengan wajah tertutup sedang menaruh paket di depan rumah.

Mendengar itu, Adinda langsung terdiam. Ucapan lelaki ini entah bagaimana terdengar cukup masuk akal. Kemungkinan, orang misterius yang mengirimkan paket itu adalah orang aneh yang sedang mengincar sesuatu, begitu pikir Adinda pada saat itu.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?"

"Kita hanya cukup menunggu. Jika dia adalah orang iseng, maka seharusnya ia tidak akan menganggu dan berhenti sampai sini saja. Namun jika ia adalah seseorang yang memiliki motif tertentu, maka ia akan muncul kembali sehingga kita bisa mengulik mengapa ia bisa sampai melakukan hal ini. Saya akan berjaga dan memastikan bahwa Nona Adinda sekeluarga dalam keadaan aman, jadi Nona tidak usah khawatir," jelas lelaki itu setelah menutup layar CCTV seakan ia sudah mengecek seluruh rekaman yang diperlukan pada pagi itu.

"Apa aku bisa percaya padamu?"

Entah mengapa, pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari mulut Adinda sehingga membuat langkah Haidan mendadak terhenti di tempat. Lelaki kurus itu menoleh dan menatap gadis berambut panjang bergelombang yang berdiri membelakangi dirinya.

"Saya tidak meminta Nona Adinda untuk percaya. Saya hanya berusaha untuk melakukan tugas saya semampunya," jawab lelaki itu dengan suara seraknya kemudian melangkah pergi keluar ruangan meninggalkan Adinda sendiri di dalam sana.


***

"Oh my god, tadi gue papasan sama cowok super keren di kampus ini. Ganteng, wangi, rapi, tinggi. Mana pakai jas hitam kayak tokoh-tokoh webtoon yang biasa gue baca pas lagi ngehalu. Emangnya ada ya cowok sekeren dan semacho kayak dia di kampus ini..."

"Hush," sahut Barir yang langsung membungkam Indri, si gadis super heboh yang baru datang ke kelas dengan segala celotehan ceriwisnya. Indri tentu saja bingung mengapa Barir buru-buru membungkamnya yang baru saja datang ke kelas dengan ceria, sampai akhirnya ia melihat ke arah telunjuk lelaki berkacamata itu yang menunjukkan sosok gadis yang sedang tertidur pulas di atas bangku kuliah khusus mahasiswa.

Ada Adinda yang sedang tertidur sambil menutup hampir seluruh kepalanya dengan selimut di sana.

"Adinda kayaknya nggak tidur lagi semalam. Datang-datang ke kelas dia langsung ngantuk terus nggak sadarkan diri kayak gitu di bangku," bisik Barir ke arah Indri dengan suara pelan. Untungnya, saat itu hanya ada mereka bertiga di kelas karena mahasiswa lain nampaknya sudah bersiap-siap menuju gedung seminar.

"Yah, jadi gimana dong? Bentar lagi seminar bisnis nasional bakalan mulai. Bangunin Adinda atau jangan?" tanya Indri dengan wajah kebingungan ke arah Barir sambil menunjuk bangku Adinda. Lelaki itu malah mengangkat kedua tangannya dengan wajah sama cluelessnya.

"Jujur, nggak tega ngebangunin Adinda. Meski dia nggak pernah dengan secara gamblang cerita ke kita, akhir-akhir ini wajahnya menyiratkan betapa capek fisik dan mentalnya dirinya. Waktu tidur kayak gini mungkin adalah satu-satunya saat dimana dia bisa mengistirahatkan diri dari segala hal yang membelenggu dalam hidupnya," ujar Barir masih dengan suara pelannya membuat Indri turut mengangguk mengiyakan.

Mungkin... ada baiknya jika mereka berdua tidak membangunkan Adinda untuk saat ini. Biarkan sahabat mereka itu beristirahat dan mengisi baterai energi dalam tidurnya yang pulas.

***

Barir dan Indri berpikir bahwa Adinda, sahabat mereka itu larut dalam tidurnya yang nyenyak di dalam kelas. Awalnya memang begitu. Namun setelah satu per satu langkah pergi meninggalkan ruangan dan suasana berubah menjadi hening, gadis itu langsung merasakan ada hal aneh mengusik dalam tidurnya.

Suara nafas yang semakin terdengar tidak beraturan bersamaan dengan keringat dingin yang mengucur deras membasahi dahi dan sekujur badan. Adinda terbangun dalam keadaan seperti seseorang yang baru saja mengalami mimpi buruk panjang. Gadis itu menoleh ke sekeliling ruangan, tidak ada siapa-siapa selain dirinya di dalam kelas.

Lihat selengkapnya