Adinda awalnya pikir bahwa semua ini tidak masuk akal. Namun saat gadis itu bersikeras untuk mengecek langsung ke atas bukit sana semuanya ternyata benar adanya.
Stefani Kenanga, istri ketiga dari ayahnya benar-benar ditemukan merenggang nyawa di dalam gedung bekas panti asuhan yang sudah lama terbengkalai. Wanita itu tewas dalam keadaan yang cukup mengenaskan, dalam keadaan tergantung di atas langit-langit gedung dan wajah terbalut kain berwarna putih yang mengelilingi hampir seluruh wajah dan lehernya.
Pihak kepolisian mengatakan bahwa mereka masih menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, ada indikasi dan kemungkinan bahwa Stefani melakukan tindakan bunuh diri. Polisi sempat bertanya tentang apa hubungan Adinda dengan korban yang baru saja ditemukan dan tanpa banyak mengulur waktu Adinda langsung menjawab bahwa Stefani adalah keluarganya.
Ya, secara teknis bukankah memang begitu?
Stefani Kenanga adalah salah satu ibu tirinya. Secara tidak langsung, wanita itu memang benar adalah keluarganya.
Adinda menutup kedua matanya bersamaan dengan saat pihak kepolisian menutup kantung mayat milik Stefani dan membawa jasad wanita itu pergi. Padahal baru kemarin ia bertemu dan berbicara dengan istri ketiga ayahnya itu setelah sekian lama. Rasanya baru kemarin. Sekarang ia harus menghadapi kenyataan bahwa wanita itu sudah tidak ada di dunia ini lagi. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Stefani, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian dari dirinya tidak terima jika harus melihat istri ketiga ayahnya itu berakhir dalam keadaan menyedihkan seperti ini.
Sebenarnya... apa yang sedang terjadi?
Adinda juga tidak tahu pasti.
"Nona, lebih baik kita kembali ke mobil," ujar Haidan yang dengan sigap menahan punggung Adinda sebelum gadis itu terjatuh karena terlalu banyak berpikir dan terkejut atas apa yang terjadi pada hari ini. Adinda tidak banyak bicara, gadis itu membiarkan tubuh rampingnya dituntun dengan seksama oleh sang pengawal pribadinya itu keluar meninggalkan gedung dengan segudang tanda tanya.
Saat mereka keluar, Adinda dapat menemukan sosok Lenting Ayu yang berdiri di bawah pohon sambil menatap ke arah mereka berdua di balik kacamata hitamnya yang menghalangi sinar matahari lembut pada hari itu. Wanita paruh baya dengan dandanan klasik nan elegan itu awalnya enggan untuk naik ke atas puncak bukit kembali, namun sepertinya ia juga memiliki tanda tanya yang sama dengan Adinda dan Haidan.
Apa yang sebenarnya terjadi?
***
Lenting Ayu melangkah perlahan di sepanjang jalan setapak menuju rumahnya, diiringi angin malam yang lembut. Langit gelap menutupi bintang karena hari sudah beranjak malam, dan suasana sepi menambah ketenangan. Di sampingnya ada Adinda dan Haidan, yang baru ia temui di puncak bukit tadi nampak mengikuti dengan langkah hati-hati namun pasti. Suasana tegang masih terasa dengan amat sangat setelah kejadian di atas bukit tadi ketika jasad ibu tiri Adinda, Stefani Kenanga ditemukan dalam keadaan tergantung dan wajah yang terbungkus kain rapat.
Kejadian itu bukan hanya mengejutkan namun juga mengerikan.
Untuk mencairkan ketegangan yang ada Lenting Ayu pada akhirnya menawarkan dua anak muda itu untuk singgah sebentar ke rumahnya. Setidaknya untuk mengatur nafas dan perasaan. Lagipula, sepertinya ada sesuatu yang ingin wanita itu bicarakan dengan Adinda dan Haidan.
Sepanjang perjalanan menuju ke kediaman milik Lenting Ayu Adinda tidak berhenti mengatur nafasnya yang mulai terasa sesak bersamaan dengan sekujur tubuhnya yang menggigil dingin. Mengetahui bahwa orang yang ia kenal kembali meninggal secara tragis mau tak mau memicu trauma itu datang kembali tanpa bisa dikendalikan.
“Terima kasih sudah menawarkan kami kemari,” ujar Adinda dengan suara nyaris gemetar sambil menatap kediaman rumah milik wanita itu yang semakin dekat. Lenting Ayu hanya mengangguk dan tersenyum sekilas, meskipun wajahnya tampak serius.
Setibanya di rumah, Lenting Ayu langsung mengundang mereka berdua untuk masuk. Rumah kediaman wanita itu nampak megah namun tetap terlihat sederhana nan nyaman, dengan perabotan klasik yang terawat dan aroma teh yang baru diseduh. Mereka duduk di ruang tamu yang dihiasi dengan foto-foto keluarga. Adinda dan Haidan merasa canggung, tetapi rasa ingin tahu mereka mendorong mereka untuk duduk.
“Maafkan jika aku tidak bisa menawarkan lebih banyak,” ujar Lenting Ayu sambil menuangkan teh ke dalam cangkir.
“Aku hanya ingin berbicara dengan kalian tentang sesuatu yang penting.”
Adinda dan Haidan saling berpandangan.
Lenting Ayu menghela napas panjang sebelum memulai ceritanya.
“Aku tahu kalian mungkin masih dalam keadaan kaget dan terkejut setelah apa yang terjadi di bukit tadi. Namun, ada sesuatu yang harus kalian ketahui tentang Bella Agnesia, putriku.”
Adinda menatap Lenting Ayu dengan penuh perhatian.
“Bella Agnesia? Apa hubungannya dengan semua ini?”
“Seperti apa yang kau katakan padaku tadi, gadis muda. Bella adalah mahasiswi yang bersekolah di tempat yang sama dengan dirimu. Seharusnya, kau sudah mendengar berita itu. Beberapa waktu lalu, dia ditemukan tewas di kamar kostnya. Kematian Bella dikategorikan sebagai bunuh diri karena dia ditemukan membakar briket dalam kamar yang tertutup. Namun, sebagai ibunya aku tidak percaya itu bunuh diri. Aku mencurigai bahwa dia terlibat dengan sekte sesat.”
Haidan melirik Lenting Ayu sekilas.
“Sekte sesat? Maksud Anda... Bella mungkin terlibat dengan kelompok yang sama yang kami cari?”
“Ya, mungkin saja.” jawab Lenting Ayu dengan pelan.
“Sekte ini dikenal karena pengaruhnya yang kuat dan cara-cara mereka yang sangat rahasia. Bella sempat mengeluh tentang sesuatu yang membuatnya takut, tetapi dia tidak pernah memberi tahu saya secara rinci."
Adinda merasa hawa dingin semakin menjalar memenuhi tubuhnya.
“Tapi bagaimana bisa Anda tahu bahwa Bella terlibat?”
Lenting Ayu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari meja dan membukanya. Di dalamnya terdapat beberapa dokumen dan foto-foto.