Ini adalah kisah tentang wanita yang sempat terabaikan, wanita yang terbuang.
Turminah Suryokusumo terlahir sebagai putri bungsu keluarga Suryokusumo, keluarga terpandang di kalangan kecil namun berbahaya yang menganut kepercayaan aliran sesat.
"Terhimpit".
Demikian bagaimana ajaran mereka disebut. Ajaran ini berakar pada keyakinan gelap bahwa setiap napas terakhir yang dihembuskan seseorang dapat menjadi pendorong keberuntungan dan kelangsungan hidup bagi anggota keluarganya. Dalam tiap ritus kepercayaan yang kelam itu, mereka percaya bahwa setiap jiwa yang terkorban membawa harapan dan kekuatan pada mereka yang ditinggalkannya.
Jika mengambil satu nafas dari jiwa orang yang memang pantas untuk mati, itu dapat membuat keluarga Suryokusumo sejahtera dan akan terus bahagia untuk waktu yang lama.
Begitulah sekiranya anggapan mereka.
Turminah telah menyaksikan kengerian itu sejak kecil. Keluarganya tidak peduli pada wajah buruk rupa yang dimilikinya, tapi ia tahu bahwa dirinya hanyalah alat dan sebuah pion yang dapat dimanfaatkan untuk melestarikan kekuatan keluarga. Sebagai putri bungsu keluarga Suryokusumo, Turminah selalu mendapat perlakuan utama dan bisa dibilang, cukup dimanja. Jadi meski sudah hidup bertahun-tahun dengan segala keganjilan dalam hidupnya, Turminah sama sekali tidak masalah. Malah wanita itu justru... menikmatinya.
Sampai akhirnya ia bertemu dengan Daniel Suryokusumo.
Saat ia pertama kali melihat Daniel Soeharso, jantung Turminah berdetak lebih cepat. Daniel adalah putra sulung keluarga Soeharso yang kaya raya. Seorang pemuda berwajah tampan, berdarah aristokrat, dan memiliki pesona yang memikat siapa pun.
Berbeda dengan dirinya yang hanya selalu berkeliaran di lingkungan keluarga Suryokusumo dan sekte, Daniel adalah perwujudan sempurna dari mimpi dan kehidupan yang ia dambakan.
Daniel Soeharso adalah contoh dari kebebasan dunia luar yang selama ini mengundang tanda tanya.
Ia jatuh hati pada Daniel. Ia ingin mendapatkan Daniel meski tahu bahwa di hadapan Daniel, dirinya tak akan pernah diperhitungkan karena memiliki paras yang tidak cantik. Namun di sanalah kepercayaannya pada keluarga dan ajaran "Terhimpit" muncul sebagai sebuah ide.
Maka, disusunlah rencana oleh keluarga Suryokusumo. Turminah adalah perempuan "istimewa," begitulah yang akan mereka katakan pada keluarga Soeharso. Keluarga Suryokusumo sesumbar saat menyebut Turminah sebagai perempuan yang memiliki garis kelahiran lain daripada yang lainnya. Garis kelahiran yang katanya mampu mendatangkan keberuntungan bagi mereka yang mempersuntingnya. Kebohongan yang dipilih dengan cermat ini seolah-olah disusun sesuai feng shui, mengingat keluarga Soeharso terkenal mempercayai segala hal tentang keberuntungan dan keseimbangan hidup. Perlahan, melalui bisikan dan cerita yang terselubung, keluarga Suryokusumo mulai mempengaruhi keluarga Soeharso untuk menerima Turminah sebagai menantu.
Daniel, walau tampak tak sepenuhnya percaya, terpaksa mengikuti keinginan keluarganya. Pada akhirnya, pernikahan itu terjadi. Malam pernikahan yang seharusnya menjadi kenangan manis bagi pasangan muda itu, bagi Turminah hanyalah permulaan dari kesendiriannya yang baru. Saat ia berpikir bahwa dengan menikah dan menjadi istri keluarga Soeharso akan mendatangkan kebebasan dan kehidupan yang selama ini ia dambakan, ternyata semua itu tidak berjalan sesuai keinginannya.
Sejak hari pertama pernikahan mereka, Daniel menyuruhnya untuk tinggal ke kamar lantai atas, kamar yang gelap dan sepi dan tidak boleh satu kamar dengannya. Tak pernah sekali pun ia menyentuh Turminah dengan kasih sayang, dan kehadirannya bagai bayang-bayang yang tak diinginkan dalam rumah tangga mereka. Setiap hari, Turminah duduk di sudut kamar, memandang keluar jendela, merindukan kehidupan yang jauh dari kebohongan yang ia ciptakan sendiri. Ia berharap dapat mendekatkan diri pada Daniel, memenangkannya dengan kasih sayang yang tersembunyi di balik wajahnya yang tak sempurna.
Namun Daniel adalah tembok yang tak tertembus. Setiap pagi, Turminah hanya bisa mendengar langkah-langkahnya yang tegas, suaranya yang dingin memerintah para pembantu rumah, dan pintu yang tertutup di belakangnya. Hari demi hari berlalu, dan Turminah mulai merasakan beban semakin berat di hatinya. Ia mulai melihat bayangan masa lalunya, bayangan kepercayaan keluarganya yang mencekam, dan merasa seolah-olah semua bayangan kelam itu menghantuinya dari balik pintu kamar lantai atas. Kadang-kadang ia terbangun di malam hari dengan napas tersengal, mengingat kembali setiap desahan napas terakhir yang ia saksikan saat masih kecil dalam upacara-upacara kepercayaan mereka. Dan pada saat yang bersamaan ia mengingatkan dirinya bahwa ia telah menjadi bagian dari keluarga Soeharso. Begitu terus menerus, setiap malam dan bahkan setiap waktu.
Dalam kesepiannya, ia berusaha mencari celah untuk mengenal suaminya. Setiap kali Daniel lewat di dekat pintu maka Turminah akan menahan napas, berharap ada secercah perhatian, sebuah kalimat, atau bahkan sekadar lirikan. Namun Daniel tak pernah berhenti. Di hadapannya, Turminah hanyalah bayangan yang samar, seseorang yang ditakdirkan untuk mengisi ruang tanpa warna dalam hidupnya. Ia bahkan memerintahkan seluruh pelayan rumah untuk tidak membawa kabar apa pun mengenai kegiatannya pada Turminah. Ia ingin memastikan bahwa Turminah tetap tinggal dalam kesendirian, seolah-olah istri itu hanyalah hiasan, dipajang namun tak pernah disentuh.