Hilang

nawa
Chapter #5

Bagian 5

Liburan akhir tahun, Eira dan teman-temannya berencana untuk pergi berlibur ke pantai di kota sebelah yang tidak terlalu jauh. Mereka ditemani ayah dan ibunya Lastri. Tak ketingglan juga Kak Firman untuk menemani Andri. Baru kali ini Eira bisa bermain jauh-jauh bersama temannya. Biasanya ia hanya di rumah, atau main ke tengah sawah. Perjalanan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Melewati sawah, hutan-hutan kecil, sungguh menyejukkan mata. Tiba di pantai, laut luas menyapa mereka semua. Segera mereka semua menurunkan barang-barang dan menuju penginapan yang memang hanya berjarak beberapa ratus meter dari bibir pantai. Tak sabar, selesai meletakkan barang di kamar masing-masing, mereka langsung berhamburan berlari ke pantai. Ombaknya cukup tenang, mereka bisa main air, berenang, mencari ikan. Hari semakin siang, panas tak membuat bahagia mereka surut. Mereka masih saja asyik bermain meski tahu jika kulitnya sudah berbelang. Pukul dua siang, mereka menyudahi bermain karena cuaca sangat terik. Membersihkan diri, lalu makan dan istirahat di penginapan sambil menunggu panas matahari tidak menusuk kulit.

Eira, Lastri dan Mira tertidur di kamarnya. Andri dan Kak Firman sepertinya sedang main game online. Eira terbangun duluan. Melihat dua orang temannya masih tidur dan tak tahu mau apa, ia memustuskan untuk duduk di tepi pantai dan menikmati lautan sore hari. Menghadap ke lautan, menikmati angin laut yang menerpa wajahnya. Melihat matari yang melambai padanya, berpamitan untuk bertugas di lain tempat.

“Kenapa bengong disitu?” Rupanya Mira datang dan asyik memakan roti yang dibawanya.

“Ini lagi nikmatin angina laut sore hari. Adem! Sini deh duduk!”

Penasaran, Mira langsung saja duduk di sebelah Eira. Sepertinya, Mira tidak pernah ke pantai atau bermain-main seperti ini. Maklum saja, ia harus menjaga dan merawat ibunya yag sudah tua. Siapa lagi yang mau merawatnya? Kakaknya ada di kota seberang, mencari penghidupan untuk dirinya, ibunya dan adiknya. Ayahnya tak pernah pulang lagi sejak tahu istrinya sakit-sakitan karena sudah tua.

Lastri dan Andri sedari tadi sibuk membakar jagung. Mereka tak melihat Eira dan Mira. Mungkin mereka sedang membeli sesuatu, pikir Andri. Namun, mereka tak kunjung kembali. Khawatir, Lastri dan Andri mencari mereka, menitipkan pekerjaannya pada Kak Firman. Pantai lumayan ramai hari ini, jadi agak sulit untuk mencari mereka. Ditambah lagi, Lastri dan Andri tak ingat temannya-temannya memakai pakaian seperti apa tadi. Sekitar lima belas menit mereka mencari, akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu saaj di tempat awal, karena berpikir mereka pasti akan kembali. Ternyata, Eira dan Mira sudah ada di sana. Berlelah-lelah Lastri dan Andri mencari, rupanya mereka sudah kembali dan mekan jagung sambil bersenda gurau dengan keluarga Lastri juga.

“Darimana saja kalian? Berduaan lagi.” Mira yang melihat temannya baru datang tertawa menggodanya.

Heh! Tadi aku sama Andri cari kalian tahu!” Kesal, Lastri langsung menyangkal Mira.

Mereka semua hanya tertawa mendengarnya, lalu mengajak Lastri dan Andri untuk bergabung. Makan jagung dan juga jajanan yang dibeli tadi, mereka juga ditemani dengan cerita masa muda orang tua Lastri. Begitu bahagianya Eira bisa mendapatkan kesenangan seperti ini. Malam ini terasa hangat sekali. Bukan hangat dari api unggun yang menyala, tapi hangat dari kebersamaan mereka semua, meskipun angina laut sedang bersemangat untuk menari.

Tiga hari berlibur di pantai ini terasa cepat sekali. Mereka semua kembali ke rumah masing-masing. Sayang, waktu tidak bisa dikembalikan lagi ke tiga hari yang lalu saat Eira sedang semangat-semangatnya untuk berlibur. Tetapi tak apa, bisa merasakanya walau singkat waktunya, itu merupakan sesuatu yang sangat berkah baginya. Saat tiba di rumah, rupanya orang tua Eira ada di rumah. Ia tiba saat malam hari, jadi ia langsung istirahat dan tak tahu apa yang orang tuanya lakukan, karena jarang-jarang mereka ada di rumah.

Lihat selengkapnya