Hilang

nawa
Chapter #8

Bagian 8

Remaja memang masa yang paling menyenangkan, sekaligus masa yang paling berat. Sikap yang labil, emosi yang tak stabil, itu pasti terjadi. Semua remaja butuh bantuan untuk menghadapi hal ini. Tetapi, tidak semua remaja mendapatkan bantuan untuk mengatasi apa yang terjadi pada masanya. Banyak orang yang bilang jika masa-masa sulit akan indah ketika sudah dilewati, indah juga bila dikenang. Hal itu bisa membuat banyak orang jadi lebih bersyukur. Tetapi, itu pun tidak berlaku bagi semua orang. Banyak juga orang yang menjadi kesusahan dalam menjalani hidupnya setelah melewati masa sulit tersebut. Maka, jangan menilai hidup hanya dari sudut pandang diri sendiri. Pikirkan juga dari sudut pandang orang lain yang melewati masa sulit itu.

***

Eira hanya bisa duduk terdiam di kamarnya. Tatapannya kosong. Dalam pikirannya terdapat pertanyaan. Apa yang membuat hidupnya jadi seperti ini? Bukankan ia juga manusia yang seharusnya diperlakukan selayaknya manusia? Apa yang sebenarnya orang dewasa pikirkan? Apa harusnya ia tidak ada di rumah ini? Selama ini, Eira merasa sangat senang saat ia di luar rumah. Besok sekolah libur, jadi besok Eira ingin main keluar. Ia ingin bermain ke tempat yang jauh dari rumah ini. Ia juga ingin pergi jauh dari kehidupan ini. Membayangkannya saja sudah senang sekali. Tak aka nada lagi mama yang marah-marah tidak jelas.

Memang paling enak tidur saat sedang mengantuk. Saat bangun, tubuh jadi lebih segar. Kemarin, Eira berencana mengajak Lastri untuk main ke rumahnya. Tetapi, ia tidak pernah tahu kapan mamanya akan pulang. Jika ketahuan bisa bahaya. Sudah pukul tujuh pagi, tapi mama belum ada di rumah. Biasanya sudah tidur di sofa ruang tamu. Si Mbok menyirami tanaman di halaman. Hal yang paling menyenangkan bagi Eira saat ini adalah ketika ia tahu jika mama tidak ada di rumah. Ia segera mandi ketika melihat ada makana di meja. Makanan buatan Si Mbok memang selalu menggoda. Pagi yang nikmat memamng seperti ini, cuaca cerah, mama tidak ada di rumah dan Si Mbok membuat sarapan.

“Hari ini mau ajak Lastri kemana ya? Apa makan siang saja dengan Si Mbok? Tapi mama pulang jam berapa ya? Apa mau ke sawah? Lama juga nggak main ke sawah.” Eira berbicara sendiri di depan cermin.

Eira mengajak Si Mbok untuk sarapan bersama. Banyak juga Si Mbok masaknya. Si Mbok pasti tahu jika Eira suka makan. Dari Eira kecil, Si Mbok sudah ikut mengurusnya. Hari ini Si Mbok bilang jika ia harus pulang lagi. Eira tidak pernah tahu apa alasan Si Mbok pulang. Setiap kali ditanya, Si Mbok hanya menjawab jika ada urusan yang tidak bisa ia tinggalkan. Waktu itu, Si Mbok juga pernah pulang saat makan bersama Lastri. Apa memang Si Mbok harus pulang setelah makan bersama? Si Mbok kan sendirian, untuk apa ia pulang, pikir Eira. Eira juga tidak tahu Si Mbok tinggal dimana. Si Mbok hanya pernah bercerita jika dia tinggal sendirian di rumah dekat sungai. Eira pun tidak tahu sungai yang dimaksud itu sungai di sebelah mana.

Eira jadi sendirian lagi. Padahal sekarang masih pagi. Ia sangat bimbang untuk mengajak Lastri ke rumahnya sekarang. Eira kembali ke kamarnya. Melihat sekeliling, mencari apa-apa yang bisa dilakukannya selain belajar. Ia lupa jika selama ini ia punya laptop. Sudah lama ia tidak membukanya. Saking sibuknya dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika membukanya.

“Mau nonton film apa main game ya? Ini ada film kayaknya bagus. Siapin camilan dulu deh.” Eira turun mencari camilan di bawah. Untungnya masih ada stik camilan di lemari dapur.

“Hmm. Sekalian aja Lastri aja kali ya? Kayaknya mama bakal pulang malam.”

Eira kembali ke kamar dan menelepon Lastri. Tetapi, hari ini ternyata Lastri sedang sibuk. Ia dan ibunya harus membereskan hama-hama yang menyerang kebun mereka. Terpaksa Eira menonton film sendirian. Tetapi tak apa, karena ini bukan film horor, jadi ia tak masalah.

Lihat selengkapnya