Mingggu pagi ini cerah sekali. Eira masih bermalas-malasan di atas tempat tidurnya. Tadi, nenek pemilik indekos sempat ke kamarnya. Ia memberi tahu jika sarapan sudah siap di bawah. Kata nenek, ia memang kadang-kadang memasak sarapan jika dia memang ingin memasak.
“Lapar banget! Tapi malas turun. Tapi nanti makanannya keburu dingin deh kayaknya. Turun aja deh.” Eira lapar sekali, karena memang ia kemarin hanya makan satu kali saat sarapan bersama dengan Si Mbok.
Eira turun dan berjalan menuju dapur. Ia melihat ada beberapa orang di sana. Ada tiga perempuan yang lebih tua dariny dan juga nenek. Eira belum sempat berkenalan dengan tiga orang itu kemarin, karena kemarin hanya ada dirinya dan nenek di rumah. Mungkin kemarin mereka sedang sibuk. Tiga orang itu menyambut Eira dengan baik. Sepertinya, mereka adalah mahasiswi yang baru masuk pada semester kemarin. Saat itu juga, ternyata mereka sudah selesai sarapan. Setelah memebereskan peralatan makan, mereka pamit untuk mengerjakan tugas. Padahal sekarang hari Minggu. Sepertinya kehidupan mahasiswa memang sangat sibuk.
Eira makan bersama dengan nenek. Menurutnya, masakan nenek ini enak sekali, hampir mirip dengan masakan Si Mbok. Nenek ini suka sekali bercerita. Sambil makan, nenek bercerita tentang dirinya, anaknya dan juga cucunya. Anaknya hanya ada satu, ia tinggal di luar kota bersama dengan istri dan anaknya. Suami nenek rupanya sudah tidak ada sejak lama karena kecelakaan. Kata nenek, ia senang jika rumahnya banyak yang menghuni seperti sekarang ini. Dia senang rumahnya ramai dan juga nenek ada yang menemani. Nenek tidak ingin ada pembantu di rumah ini, kerena ia merasa masih belum terlalu tua dan masih bisa mengerjakan semuanya sendiri.
Setelah selesai makan dan membereskannya, Eira kembali ke kamarnya. Eira menghela napas lega setelah masuk kamar. Ia beruntung tadi nenek tidak menanyakan mengapa Eira tinggal di sini padahal ia bukanlah mahasiswa. Ia haru cepat-cepat berpikir mencari alasan jika sewaktu-waktu nenek mananyakan hal itu. Eira mengambil ponselnya yang ada di atas tempat tidur. Ia melihat ada banyak panggilan tidak terjawab dari Si Mbok. Eira berpikir jika Si Mbok pasti sekarang sudah di rumah karena sekarang ia sedang mencarinya. Di ponselnya itu, Eira tidak melihat ada panggilan dari mamanya. Berarti mama memang tidak mencarinya. Antara senang dan aneh, ia merasa kebingungan. Ia senang jika mama tidak mencarinya. Tetapi, aneh juga jika mama tidak mencarinya, harusnya dia memcari lalu dia pasti marah-marah kepada Eira.
Hari-hari berikutnya, Eira masih sering sekali dihubungi oleh Si Mbok. Ia tak pernah sekalipun menjawabnya. Sekarang, ia sudah tidak ada di rumahnya selama hampir dua minggu. Saat pagi, ia selalu keluar dari indekos dan berpamitan kepada nenek dengan alasan untuk bekerja di sebuah toko. Nenek percaya saja dengan hal itu karena ia percaya jika Eira adalah anak yang baik. Nenek juga mengira Eira putus sekolah dan harus bekerja. Setiap hari, ia keluar menggunakan topi dan masker agar tidak dikenali oleh orang lain. Ia pergi menuju tempat-tempat yang tidak banyak orang atau kadang-kadang ia pergi ke taman. Selalu seperti itu hingga matahari akan pamit.