Hilang

nawa
Chapter #11

Bagian 11

Pergi sendirian memang menyenangkan dan perlu bagi semua orang. Kita dapat memberi waktu kepada diri sendiri untuk bisa mengerti apa mau dari diri sendiri. Tidak harus juga sendirian, kita juga bissa mengajak orang lain yang dapat mengerti diri kita. Tidak ada orang yang ingin terlantas baik secara fisik maupun secara batin. Namun, kita juga tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Jadi, manfaatkanlah waktu yang ada sekarang dengan sebaik-baiknya dan juga berpikirlah dahulu sebelum bertindak.

***

Eira hanya duduk di taman. Ia memperhatikan banyak anak kecil yang berlari-larian dan bersenda gurau dengan keluarganya. Suatu pemandangan yang sebenarnya sangat ia bemci karena tak pernah bisa mendapatkan hal itu. Tetapi sekarang, ia sudah mulai tidak peduli dengan itu. Toh, ia sudah sangat membenci orang tuanya dan dirinya sendiri. Ia selalu saja mendapat perlakuan buruk meski ia sudah berusaha untuk berbuat baik. Sangat tidak adil rasanya. Sudah sering ia mencoba untuk melupakan dan memaafkan perbuatan orang tuanya. Tetapi, hatinya sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Sudah terlalu banyak luka yang membekas di hatinya dan bekas luka itu juga tidak akan pernah bisa hilang.

Hari sudah semakin gelap dan taman pun semakin sepi. Eira bingung harus pergi atau tetap di sini. Tetapi, pergi pun ia tak tahu harus kemana. Di taman ini gelap sekali. Hanya ada beberapa lampu yang menyala. Mungkin, lampu yang lainnya sedang rusak. Karena sedari tadi ia hanya duduk dan terdiam, ia akhirnya tertidur. Angin yang sepoi-sepoi juga yang menyebabkan itu. Tak lama setelah tertidur, ada beberapa orang menghampiri Eira. Ia dibangunkan oleh orang-orang itu. Saat terbangun, ia sangat terkejut dan ingin lari rasanya. Tetapi, mereka semua sudah mengepung Eira.

 “Hei! Kau memang sendirian rupanya. Aku kira kau adalah anak yang memang sedang sial saja karena bertemu aku dan teman-temanku. Kau tidak pulang? Atau memang sengaja kabur dari rumah?” Orang itu bertanya sambil tertawa kecil.

Eira hanya bisa terdiam. Saat ia tersadar, ia langsung ingat jika mereka adalah orang-orang yang merampas ponselnya. Mau apalagi mereka sekarang? Mengapa mereka terus saja mengikuti Eira?

“Kau sepertinya belum makan. Kalau kau mau, bergabunglah dengan kami. Kau akan mendapat makanan dan tempat tinggal. Tenang, kami tidak dipekerjakan oleh siapa pun. Daerah sini juga masuk daerah kami.” Salah satu dari dua perempuan tersebut berbicara.

Lihat selengkapnya