Terima Kasih Ayah, Aku antar ke Syurga Nya

Arwin Suripto
Chapter #2

Dua belas meter persegi

Tahun 2014 aku terlahir diantara kebahagiaan dua insan yang kini ku sebut ayah dan mamah, aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang meskipun dalam keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan. Mungkin Allah lebih sayang kami dalam kondisi seperti saat ini dibanding jika kami diberikan kemewahan yang juga kelak sama-sama akan dimintai pertanggung jawaban di yaumil hisab oleh Sang Kholik. Namun aku yakin hal itu jauh lebih ringan dibanding jika kami bergelimang harta.

Setiap orang pasti ingin memiliki apa yang diimpikan maupun dicita-citakan, tidak munafik dengan diriku yang terkadang suka iri ketika melihat orang lain memiliki sesuatu yang belum ku miliki. Adakalanya aku harus merengek meminta sesuatu yang ku inginkan kepada ayah, meski aku tak pernah peduli ayah punya uang atau tidak, yang terpenting hasrat ingin memiliki sesuatu yang ku inginkan bisa tercapai. Namun anehnya apapun yang ku inginkan selalu ia wujudkan meskipun tidak pada saat itu juga, mungkin ayah selalu berusaha ingin memberikan yang terbaik untuk aku buah hatinya. Aku sadar semua keinginanku pasti ayah kabulkan dengan serba keterbatasan yang kami miliki, ayah selalu saja mencoba memberikan kebahagiaan dengan caranya sendiri.

Masih ku ingat saat genap diusiaku menginjak tiga tahun, tepat dihari ulang tahunku yang seharusnya aku bisa merayakan dengan teman-teman kecilku, namun dalam keadaan serba sederhana seperti itu ayah tak mampu merayakan hari ulang tahunku seperti layaknya anak-anak lain yang mungkin mampu dirayakan oleh orang tuanya, namun aku percaya ayah lebih sayang kepadaku meskipun tidak bisa membuatkan pesta ulang tahunku. Tanpa kado dari teman-temanku, tanpa kue ulang tahun yang ku impikan dengan banyaknya krim vanila dan coklat serta buah cherry diatasnya, ayah tetap menjadi kebanggaanku. Ayah selalu ingat makanan favoritku yang mungkin bagi orang lain sangatlah biasa namun bagiku itu sangatlah istimewa, hanya sebungkus martabak coklat kesukaanku ayah bawakan dihari ulang tahunku sebagai pengganti kue ulang tahun pada saat itu. Oh bahagianya hatiku meskipun hanya sekedar martabak, namun tak habis akal ayah menjadikan martabak tersebut layaknya kue ulang tahun yang dihias lilin yang menyala. Sederhana namun tak meninggalkan makna, ayah menyanyikan lagu selamat ulang tahun ditengah-tengah ruangan enam meter persegi bersama mamah kala itu, spontan akupun ikut bernyanyi bersama ayah, kebahagiaan yang ayah ciptakan dengan cara sederhananya namun memiliki arti yang sangat dalam bagi kebahagiaanku saat itu.

Lihat selengkapnya