ARUNG tidak berbohong. Ia benar-benar sedang jatuh cinta. Setelah perkenalan mereka, bayangan Annie terus mengikutinya. Ke mana pun dan apa pun yang ia lakukan, Annie selalu ada di pelupuk matanya, menari-nari seperti gadis-gadis di film India yang sedang menggoda kekasihnya dengan tingkah centilnya.
Untungnya, efek jatuh cinta itu bagus buatnya. Ia tidak lagi begadang setiap malam seperti sebelumnya. Selepas isya Arung langsung tidur sambil berdoa agar bisa bertemu gadis itu di dalam mimpinya. Tiga kali Tuhan mengabulkan doanya. Annie datang sebagai bunga tidurnya. Itu membuat Arung semakin yakin bahwa hatinya tidak salah memberi tempat istimewa pada gadis itu.
Pengaruh positif lainnya, penampilan Arung berubah menjadi sedikit lebih baik. Rambut panjangnya yang selama ini lebih sering terlihat acak-acakan sekarang terikat rapi. Baunya juga selalu wangi. Hanya cara berpakaiannya yang masih sama. Celana robek-robek dan kaus hitam tetap menjadi pembalut tubuhnya sehari-hari. Setelan ini seolah-olah sudah menjadi pakaian dinas yang wajib ia kenakan setiap hari.
Sayangnya, Tuhan terus saja mengujinya. Cinta Arung bertepuk sebelah tangan. Annie ternyata sama sekali tidak punya hati padanya. Perubahan penampilannya tidak mampu menumbuhkan benih-benih cinta di hati gadis itu. Penilaian Annie sudah telanjur negatif. Bagi gadis itu, Arung hanya berandalan kampus, bajingan tengik, preman kampus, dan sederet perumpamaan lain yang kadar keburukannya ada di level yang sama. Dan tentu saja Arung tak pantas mendapat tempat di hatinya. Tidak ada pintu masuk untuknya. Annie bahkan tidak memberikan lubang kecil sebagai jalan masuk cinta Arung.
“Kayaknya tidak, deh. Amit-amit kalau saya harus berpacaran dengan mahasiswa seperti itu.”
Annie tidak perlu waktu berpikir untuk menolak cinta Arung. Dia bahkan tidak harus menunggu satu menit. Tiga detik setelah Ilham mengutarakan perasaan Arung padanya, Annie langsung menolaknya.
“Pikirkanlah dulu Annie. Dia sangat menyukaimu.”
Ilham mencoba memperjuangkan cinta sahabatnya. Tak hanya yakin Arung benar-benar mencintai Annie, Ilham juga berpikir bahwa kalau Arung akhirnya memiliki kekasih, mereka tidak perlu lagi seperti truk gandeng. Dengan begitu ia sudah bisa punya waktu lebih banyak untuk Yuni, kekasihnya yang setahun terakhir lebih mencemburui Arung ketimbang gadis lain yang akrab dengannya.
“Tidak Ilham. Saya memang baru mengenal Arung. Tetapi saya tahu seperti apa sahabatmu itu. Penampilannya sama seperti pembawaannya yang suka ribut. Ia berkelahi dengan preman, ribut dengan tukang parkir. Pikir coba, kira-kira apa yang bisa diharapkan dari pria seperti itu?”
“Kamu salah menilai Arung, Annie. Saya sahabatnya, saya tahu betul seperti apa dia.”
“Nah, itu dia. Karena Arung sahabatmu makanya kamu mati-matian membelanya.
Sudahlah. Saya tidak mau lagi membahas soal Arung. Temanmu itu hanya berandalan kampus, katakan itu kepadanya. Kalau perlu, bilang padanya bahwa saya lebih baik menjomlo seumur hidup atau jadi perawan tua daripada harus berhubungan dengannya,” tegas Annie.
“Ayolah, Annie. Pertimbangkanlah kembali. Arung benar-benar tergila-gila kepadamu. Ia bahkan bisa gila kalau kamu menolak cintanya.”
“Bodoh amat,” tegas Annie kemudian berdiri dan melangkah menuju ke angkot yang baru saja berhenti di depannya.
Sore itu, setelah panas membakar Makassar sepanjang siang, Annie menolak cinta Arung di halte kampus.
*******