Terima Kasih Sudah Menjadi Istriku

Mario Matutu
Chapter #15

KKN dan Jerawat Cinta

AKHIR Juni, Arung dan Annie mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sebagai implementasi dari salah satu butir Tri Dharma Perguruan Tinggi, KKN wajib bagi setiap mahasiswa khususnya mereka yang sudah di semester-semester akhir.

Meskipun di gelombang yang sama, lokasi KKN mereka ternyata berbeda. Annie ditempatkan di salah satu desa di Kabupaten Wajo. Sementara Arung di kabupaten tetangganya, Bone. Mau tidak mau mereka terpaksa harus berpisah selama dua bulan.

Itulah perpisahan pertama mereka setelah menjadi sepasang kekasih. Dan saat pelepasan oleh rektor di halaman gedung PKM, Annie sepertinya tidak yakin kalau dirinya bisa berpisah selama itu dengan kekasihnya.

“Coba saya bisa bertukar lokasi dengan Wina. Kita bisa satu lokasi,” keluh Annie.

Acara pelepasan baru saja selesai. Sembari menunggu barang-barang mereka dinaikkan ke bus, Annie dan Arung mengobrol di bawah pohon jati putih di depan PKM.

“Syukurlah kita ditempatkan di lokasi berbeda.”

“Jadi kamu senang kita tidak satu lokasi?”

“100 persen, ya.”

“Wah.” Annie menunjukkan wajah kesalnya.

“Dengar, kalau kita satu lokasi, kamu pasti hanya akan merepotkan saya karena harus mengurusi kamu setiap hari. Selain itu,” Arung berhenti sejenak untuk melirik Annie lalu melanjutkan, “kalau kita satu lokasi, semua orang akan mengetahui hubungan kita dan gadis-gadis desa pasti bakal menjauhiku. Rugi dong kalau harus kembali ke Makassar tanpa membawa hati salah satu gadis desa.”

Annie tidak terpancing. Dia tahu Arung sedang menggodanya.

“Kalau saya rindu padamu, bagaimana? Terus, kalau setelah kembali ke Makassar wajah saya penuh jerawat karena rindu, bagaimana? Apa kamu masih akan tetap menyukaiku?”

Annie merajuk manja.

“KKN hanya dua bulan, Annie. Bukan dua tahun. Lagipula, saya pasti akan mengunjungi kamu. Kalau perlu, setiap minggu saya akan datang ke lokasimu. Jerawat pasti tidak berani mengganggumu kalau saya sering berkunjung.”

“Janji?” sergap Annie seraya mengangkat jari kelingkingnya ke depan wajah Arung. Saling mengaitkan jari kelingking adalah simbol pernyataan janji. Ini biasa dilakukan anak-anak saat sedang bermain. Orang di Amerika Serikat sana menyebutnya Pinky Swear.

“Iya, saya janji.”

“Jadi, kapan kamu akan mengunjungiku?”

“Hei Tuan Putri, sadarlah kita sekarang masih di Makassar. Lihat baik-baik atap gedung itu, itu masih atap PKM, bukan kantor desa. Saya curiga kamu masih mengantuk.”

“Tapi saya ingin tahu sekarang.”

“Untuk apa?

“Program kerja pribadi,” jawab Annie asal-asalan.

“Ngawur. Program kerja pribadi itu mengajar di sekolah, memberi les bahasa Inggris, atau pelatihan pembuatan kerajinan tangan. Bukan menerima kunjungan kekasih.”

“Pokoknya, saya ingin tahu sekarang kapan kamu akan datang ke lokasiku. Ti-tik.”

“Setelah dua minggu, saya pasti datang. Saya janji.”

“Dua minggu terlalu lama. Tiga hari. Saya mau setelah tiga hari kamu sudah mengunjungiku.”

“Itu mustahil.”

“Kenapa? Saya kan kekasihmu. Saya berhak mendapat pengistimewaan. Apalagi, jarak Wajo dan Bone kan juga dekat. Kamu bahkan bisa langsung datang mengunjungiku setelah kita tiba di lokasi. Kecuali kalau kamu memang tidak berniat bertemu denganku selama KKN, saya mau bilang apa lagi.”

“Sepertinya kamu perlu membaca ulang buku petunjuk pelaksanaan KKN kita.”

“Kenapa?”

“Supaya kamu paham bahwa peraturan KKN melarang kita meninggalkan lokasi sebelum dua minggu.”

“Begitu, ya?”

“Makanya, jangan langsung su’udzon.”

“Baiklah, tapi awas, kalau kamu tidak muncul setelah dua minggu, saya yang akan mendatangimu. Saya akan umumkan di poskomu kalau kamu pembohong besar dan suka mempermainkan perasaan perempuan. Kalau perlu saya akan kumpulkan warga desa lalu mengumumkannya di balai desa.”

“Kita pasti akan sangat terkenal kalau kamu sampai melakukan hal itu.”

 “Arung.”

Lihat selengkapnya