Terima Kasih Sudah Menjadi Istriku

Mario Matutu
Chapter #41

Pulang Kampung

ARUNG berseru sambil memperbaiki letak HP di telinganya. “Serius mereka langsung sembuh?”

“Abdi, fotografer baru kita tadi malam meliput di sana. Ia melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang yang datang dengan dipapah langsung bisa berjalan sendiri ke mobil saat mereka pulang setelah diobati,” jawab Teguh.

“Luar biasa sekali, ya?”

“Makanya kamu juga harus ke sana sebentar malam.”

“Malam ini?”

“Iya.”

“Tapi ....” Arung tidak meneruskan kalimatnya. Ada yang mengganjal di pikirannya.

“Tapi kenapa?”

“Kamu yakin mereka bisa menyembuhkanku?”

“Ini bagian dari ikhtiar, Kawan. Sembuh atau tidak, itu urusan Tuhan.”

“Kalau begitu, terserah kamu saja. Yang jelas ini bukan penjual obat aneh seperti yang tempo hari kamu bawa ke rumah. Sudah cukup dua orang itu. Kamu tahu sendiri kan Annie orangnya seperti apa. Setiap kali ada yang menawarkan obat yang katanya bisa menyembuhkan segala macam penyakit, dia langsung membelinya.”

“Annie hanya ingin melihat kamu sembuh, Kawan.”

“Itu kalau sembuh. Tapi kalau seperti sekarang, tidak ada perubahan, bagaimana? Saya bisa bangkrut.”

“Yang bangkrut itu pengusaha. Kalau orang kayak kita ini, bukan bangkrut tapi semakin miskin.” Teguh tertawa. Dia senang selera humor sahabatnya tidak hilang meski perjuangannya untuk sembuh begitu berat. “Saya ke rumahmu setelah magrib. Sekalian, numpang makan malam. Sudah lama saya tidak merasakan masakan Annie.”

“Siap, Bos.”

Teguh menutup telepon persis saat Annie muncul di pintu kamar. Saat itu sudah jam 4 sore. “Tidak biasanya Teguh menelepon sore-sore begini. Ada apa?” tanya Annie sesaat setelah membaringkan Arqam di ranjang.

Arung menceritakan pengalaman Abdi dan rencana Teguh membawanya ke tempat pengobatan alternatif. Mata Annie seketika berbinar. Dia merasa seolah-olah baru saja menemukan jalan keluar dari hutan belantara yang menakutkan setelah sempat tersesat selama berhari-hari.

Sekeras apapun usahanya untuk bersabar, Annie tetap tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya melihat kondisi Arung. Sudah sebulan lebih mereka di rumah, namun Arung sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Padahal, selain terapi dan makan obat yang diresepkan dr Kemal, Arung juga sudah mengkonsumsi obat herbal. Arung bahkan sudah sempat ke tempat pengobatan alternatif meski hanya datang sekali. Mereka memutuskan tidak kembali lagi karena yang mengobati Arung lebih banyak geleng-geleng kepala. Katanya, ia baru pertama kali menemukan penyakit aneh seperti yang diderita Arung dan benar-benar bingung mengobatinya.

Menjelang petang, Annie sudah bersiap-siap. Dia tampak sangat bersemangat. Kali ini, dia benar-benar berharap sebuah keajaiban atau paling tidak bisa melihat ada tanda-tanda kalau Arung memang masih bisa disembuhkan.

Tak berselang lama setelah Annie menyiapkan makanan di meja makan, Teguh dan Abdi muncul. Mereka langsung makan malam lalu berangkat. Ketika mereka tiba di tempat praktik pengobatan alternatif itu, antrean orang sudah mengular. Melihat banyaknya orang yang datang berobat, Annie semakin bersemangat.

“Semoga yang diceritakan Abdi benar, Sayang.”

Lihat selengkapnya