“Bubarrrr?!” pekik Bu Koswara memecah kelengangan. Urat lehernya menyembul seperti parises, bola matanya melotot hampir terlepas.
Kedua pasang manusia itu tercegat. Angel menjadi takut, sedangkan cowok di sebelahnya menjadi kikuk.
“Ma-maaf, Bu, ini saudara saya dari kampung, sedang main ke sini!” kilah Angel agak cemas. Sedangkan lelaki itu buru-buru pamit pergi, sebelum Bu Koswara menanggapi.
“Syukur dia cepat pergi! Sebab, kalau tidak? Aku akan mengusirmu juga, Angel!” wanita cantik itu tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Tidak, mungkin lebih ke syok. Kendati sudah di peringatkan beberapa kali, dia tetap ngotot membawa tamu lelaki ke dalam kamarnya. Beruntung hari itu pemilik kosan khusus putri tersebut lagi berbahagia. Pasalnya wanita paruh bayu itu habis menjemput anak abege-nya yang baru pulang dari liburan ke-Jawa. Kalu tidak, seisi bangunan itu akan tampak seperti neraka. Tidak ada pilihan bagi para penghuni, kecuali pindah.
“Sekali lagi kau ketahuan, jangan harap Ibu akan kasian kepadamu! Satu hal lagi, jangan coba-coba bohongi Ibu Lagi, bagaimanapun orang tuamu sudah menitipkanmu pada Ibu,” ancam Bu Koswara masih dengan mata yang menyeringai.
Belum surut emosinya, dia juga mendengar kehebohan dari arah kamar Jessi yang berada di ujung lorong.
Tok … tok … tok …! Tiga gedoran cukup untuk membuat mereka kalang kabut. Jessi sigap menenangkan.
“Bu-Bu, tenang! Mereka teman kuliahku semua!” gagap Mahasiswi itu berusaha menerangkan.
“Mereka akan segera pegi, kok. Hanya menumpang istirahat saja untuk menunggu mata kuliah selanjutnya!” sinkron dengan gaya bicaranya yang cepat, tangannya juga gesit memberi kode agar semuanya cepat pergi dari kamar yang ukurannya yang hanya seluas dua tempat tidur.