”Kau lagi … kau lagi! Bosan aku lihat wajah kau!” umpat Mahasiswa Medan, rautnya juga berantakan seperti orang sedang banyak masalah.
”Ehehe aku tak sengaja lihat, Mas. Mau menghadap ke ruang administrasi juga, ya?” tegur Kamil sambil cengengesan. Meski napas tersengal, namun dia tampak bahagia karena dirasa ada teman untuk menuju ke ruangan angker bagi kebanyakan mahasiswa.
Bukannya ditanggapi ramah, sebaliknya Sinaga malah berlagak sinis kepadanya.
”Aku kesini tuh ada urusan lain! Tidak ada urusan soal keuangan ataupun administrasi!” jawabnya keras sambil mendorong sedikit tubuhnya, lalu langsung pergi.
”Dan satu hal lagi, jangan panggil aku, Mas? Mengerti!” tandasnya balik lagi, dan menyisahkan sebuah pertanyaan dihati Kamil setelah Sinaga pergi lagi.
Ada urusan lain? Tapi rata-rata mereka yang kesini pasti ada urusan soal keuangan atau pembayaran uang kuliah yang menunggak! Pikirnya lalu bergegas menyusuri anak tangga lagi untuk menuju keruangan tersebut. Sedikit mengebut langkah, rambut kriting basahnya meliuk, ditiup angin. Celana cutbrainya semakin ngebut menyapu lantai, semakin mengundang senyum setiap mahasiswa dan mahasiswi yang tak sengaja melihatnya.
Dari kejauhan ruangan yang mirip bangsal rumah sakit tersebut sudah ramai oleh beberapa mahasiswa, termasuk diantaranya Sinaga. Melihat Kamil menatapnya dia langsung menyelinap. Tidak hanya Sinaga, Jiwo mahasiswa yang baru di kenalnya juga tengah berada disana. Kecuali seorang mahasiswa bertubuh tinggi dan berwajah agak mempesona, Mereka semua berbaris sambil menyandari dinding ruangan yang akan dimasuki oleh Kamil.
Tak menunggu lama, suara nyaring berulang seorang perempuan menyergah keempat-empatnya. Suara itu terdengar jelas kendati mereka masih di luar ruangan. Teriakannya membahana di setiap sudut ruangan, seolah bisa membuat buluh romah setiap mahasiswa menjadi berdiri. Masing-masing dari mereka tampak jaim, masih berusaha menutupi aib pribadinya sebelum berhadapan dengan pihak administrasinya. Padahal Kamil tahunya, jika dia dipanggil karena iuran SPP yang menunggak. Sedangkan yang lain? Grek! Kamil menelan lsaliva sembari memandang Naga yang terus membuang muka. Senyum ramahnya terus ditunjukan kepada lelaki Medan itu.
”Saya ulangin sekali lagi, Hendri Sinaga, Akhmad Kamil, Sujiwo, Randa Chaniago masuk kedalam ruangan segera?!” pekiknya lagi, sehingga membuat keempatnya berebut untuk masuk pintu yang hanya berukuran satu hasta orang dewasa. Bukannya lolos keempatnya malah saling seruduk dan hendak saling mendahului. Sontak membuat perempuan dihadapannya menatap masam.
”Hey, kau! Beraninya menyerobot, aku!” ucap berang Sinaga
”Enak saja! Kau yang tidak sopan mendahului aku,” tangkis Randa dengan logat khas minangnya. sedangkan Jiwo berusaha untuk melerai keduanya
”Sudah, mas. Gak baik ribut-ribut. Santai aja,” ujarnya, hingga tak sadar sudah mendahului keduanya masuk kedalam ruangan bersama Kamil sambil tersenyum tanpa dosa.
”Keterlaluan! Malah dia yang duluan. Ini semua gara-gara kau!” kembali Sinaga menghardik Randa.
”Hey-hey kalian berdua, tidak usah ribut-ribut disini. Selesaikan dulu urusan kalian baru bertengkar!” ucap perempuan paruh baya yang merupakan salah staf administrasi di kampus mereka. Tubuhnya yang tambun senada dengan mimiknya yang bengis. Ditambah suara yang besar, betul jika sosoknya sangat di hindari bagi mahasiswa yang tak sanggup berurusan dengannya.
”Sesuai dengan peraturan dari pihak kampus, kalian harus segera melunasi iuran pembangunan dan SPP yang tertunggak!” perempuan tersebut menyodorkan kertas yang berisi estimasi yang harus di bayar.