'Tahukan kamu? Rasaku bukanlah semu atau bahkan palsu. Aku hanya takut membebankanmu hingga membuatmu membenciku. Jadi, tinggalkan aku, lupakan rasaku, yang pernah terucap dari mulutku!'
***
Malam telah tiba, mentari kini bersembunyi lagi. Suasana malam saat ini dingin, sampai-sampai Nisa harus mengenakan jaket ditubuhnya.
Nisa melangkah menuju kamar yang berada dilantai atas, Nisa lalu masuk dan kembali menutup pintu kamar.
Nisa mendudukkan dirinya di depan meja belajar dan mulai membuka buku tugas. Kini gadis itu mulai larut dalam buku-buku, keheningan malam tidak membuatnya terganggu. Sesekali gadis itu menggosokkan kedua tangannya agar terasa hangat.
Hingga jarum jam telah menunjukkan pukul 10. Nisa menutup buku-buku itu sambil bernafas lega.
"Syukurlah" ujarnya sembari melangkah menuju tempat tidur.
Nisa kini merebahkan tubuhnya kekasur dengan tangan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Nisa menutup kedua mata hingga kegelapan mengusainya, tanpa dia sadari sesuatu yang buruk akan terjadi.
***
Citt..Citt..Citt..
Pagi telah tiba, burung-burung berkicau serta berterbangan di langit. Sebuah cahaya masuk ke jendela membuat Nisa yang tengah terlelap merasa terganggu. Silauan matahari membuatnya malas untuk bangkit dan mengeliat kekiri dan kanan.
Nisa menarik kembali selimutnya untuk menutupi cahaya itu dari wajahnya, namun sebuah teriakkan dibawah membuatnya tersentak.
"Nisa...!!"
Nisa mulai membuka mata dan mengerjap-mengerjap pelan menyusuaikan cahaya yang masuk ke retina mata.
"Nisa...!!" lagi-lagi suara teriakkan di bawah terdengar, membuatnya tersadar dan melirik kearah jam wekker di samping meja lampu. Ya, hampir menujukkan pukul 6. Nisa tersentak kaget dan bergegas menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian...
Nisa telah siap dengan seragam sekolah. Nisa mengamati pantulan dirinya didepan cermin. Nisa merasa tidak puas melihat dirinya sendiri, bukan karena pakaian yang dia kenakan tidak rapi, bukan pula rambutnya yang berantakan, namun karena sebuah tonjolan yang cukup besar berwarna merah di pipinya. Kalian pasti tahulah apa itu? Ya, itu adalah jerawat.
Nisa sudah mengenakan pelembab wajah cukup banyak dan bedak yang tebal, tapi jerawat itu belum juga terlihat samar. Nisa sering berjerawat namun jerawat ini cukup berbeda. Apabila Nisa sentuh sangat sakit dan terlebih bentuknya cukup besar.
"Yaampun..., kok bisa tumbuh gini sih." gumam Nisa menatap pantulan wajahnya dicermin.
"Huh.., kalau begini Sarah sama Della pasti akan mengejekku." Nisa tidak berani untuk pergi ke sekolah dengan keadaan seperti ini apalagi mengingat Dika akan menjemputnya.
Nisa membongkar laci kecil lemari hiasnya. Dia mencari sesuatu di sana. Dia mengeluarkan masker kain dengan terpaksa mengenakannya.
"NISA..!!" teriakkan di bawah terdengar lagi.
"Iya, ma? Aku sudah siap." Seru Nisa.
Nisa melangkah kakinya keluar kamar dan melihat mama tengah berkacak pinggang di ruang makan.
Namun sedetik kemudian mama terheran melihat Nisa. Penampilan Nisa tidak seperti biasanya.
"Kenapa ma?" tanya Nisa melihat mama menatapnya aneh.
"Kamu kenapa memakai masker, Nis..? Kamu sakit?" tanya mama hendak menaruh punggung tangannya di dahi Nisa namun Nisa segera menghindar.
"Um...,itu..," gumam Nisa tergagap sendiri, bingung menjelaskan.
"Kamu Sakit, Nis? Kalau sakit gak usah ke sekolah dulu." Ucap mama mulai terlihat khawatir.
Nisa cepat-cepat menggeleng sebelum mama semakin khawatir. Nisa mulai melepaskan maskernya dan menunjuk jerawat itu.
"Ya ampun Nis, kamu bikin mama khawatir tau gak?" ucap mama
"Iya ma, maaf. Jerawat ini mengangguku" sungut Nisa dengan cemberut.
"Yaudah kamu berangkat gih, nanti telat." titah mama yang langsung Nisa angguki.
Nisa keluar dari rumah menunggu Dika. Nisa ingat kemarin Dika mengatakan bahwa dia akan menjemputnya. Nisa melihat jam nya sudah menunjukkan pukul 8:05.
'Apa Dika lupa? Atau dia ketiduran..' pikir Nisa.
Tiba-tiba mama keluar dari rumah. "Loh, Nis.. kenapa belum berangkat? Mana sepedamu?"
Nisa kebingungan harus menjelaskan apa. "A-anu ma.. i..itu.."
Titt..titt..titt..
Suara klakson motor membuat ucapan Nisa terhenti. Mama menoleh melihat siapa orang yang berdiri di depan pagar dengan motornya. Nisa ikut menoleh dan mengenal motor itu. Itu Dika.
Dika membuka kaca helmnya sambil tersenyum ke arah Nisa dan Mama.
"Pagi Tante.." sapa Dika.
Mama mengerti lalu menyuruh Nisa segera bergegas.
"Ma, aku berangkat ya." pamit Nisa sembari mencium tangan mama.
Nisa melangkahkan kakinya menghampiri Dika di depan pagar. Nisa segera naik ke jok belakang motor Dika.
"Permisi Tante.. Kami berangkat dulu.." seru Dika ramah lalu mulai melajukan motornya.
Mama tersenyum melihat putrinya sudah mulai dewasa.
***
Parkiran Sekolah...
Semua orang menoleh melihat Dika membonceng seorang gadis yang tidak dapat mereka lihat wajahnya. Nisa saat ini memakai masker. Nisa turun dari motor Dika.
"Terimakasih Dika.." Ucap Nisa gugup.
Nisa hendak pergi lebih dahulu namun lengannya di tahan oleh Dika.
"Kamu sakit, Nis?" Tanya Dika sambil meletakkan punggung tangan kanannya di dahi Nisa.
'Deg'
Jantung Nisa berdegup cepat. Dika begitu perhatian padanya membuat dia salah tingkah.
Dika mengernyitkan dahi bingung karena tidak merasakan suhu tubuh Nisa panas. Dika menjauhkan tangannya dari Nisa.
"Kamu kenapa memakai masker?" Tanya Dika lagi.
Dika hendak menarik masker Nisa, namun Nisa secara refleks menepisnya dan memegang masker di wajahnya erat sambil menggelengkan kepala.
"Ti-tidak Dika.. A-aku hanya Flu saja.." bohong Nisa dengan wajah panik.
Dika merasa curiga namun dia memilih untuk tidak bertanya lagi dan mengajak Nisa masuk ke kelas karena bel sebentar lagi berbunyi.
*
Nisa masuk ke dalam kelas bersama Dika dengan wajah tertutup masker, membuat beberapa orang memandangnya bingung. Orang-orang tidak curiga dengan Nisa yang datang bersamaan dengan Dika, tetapi mereka hanya penasaran kenapa Nisa mengenakan masker.
"NISA...!!" teriak dua orang gadis, melihatnya datang dengan wajah tertutup.
"Kau kenapa, Nis? kau sakit ya? sakit apa? Flu? Pilekkah? Sudah minum obat belum?" Serbu Sarah dengan berbagai pertanyaan.
Nisa mendudukkan dirinya disamping Sarah tanpa menjawab terlebih dahulu. Sementara Dika duduk di bangkunya lalu mengobrol dengan Dio berserta teman-temannya, sesekali Dika melirik Nisa.
Della merasa kesal dan melayangkan jitakkan kearah Sarah, yang sangat berisik dengan suara nyaringnya.