Terjebak Pacar Posesif

Nona Adilau
Chapter #4

BAB. 4 DIA CEO, MA

Aku enggan memandang wajah pria yang saat ini berada tepat di depan kami. Tanpa membalas sapaannya, aku segera menarik lengan Thomas agar dia mempercepat langkahnya menuju mobil. 

“Kamu kenal dia?” selidik Thomas sambil tangannya mencari-cari tanganku untuk digenggamnya setelah kami sudah duduk di dalam mobil. “Tangan kamu juga dingin. Ada apa?” sambungnya sambil meremas tanganku pelan.

Thomas belum menjalankan mobilnya, dia masih penasaran siapa pria itu. Aku diam karena bingung jawaban seperti apa yang harus aku katakan. Terlalu banyak kenangan menyakitkan dengan pria itu di masa lalu yang nggak ingin diingat lagi. Namun, Thomas tetaplah Thomas. Dia terus memaksa untuk cerita siapa pria itu. Mau tak mau aku menceritakan tentang pria yang tidak ingin aku sebutkan namanya itu. Walaupun apa yang aku katakan bukan cerita yang utuh dari semua kejadian traumatis yang sudah diperbuat pria itu.

“Dia adik Mama.13 tahun yang lalu pernah tinggal di rumah. Setiap kali Mama dan Papa nggak ada, aku dibentak dan dipukul. Aku nggak pernah berani mengadu kepada orang tuaku karena dia selalu mengancam akan lebih menyakitiku lagi. Luka yang ditinggalkannya membuat trauma. Bahkan sampai hari ini pun, luka itu belum sembuh dan aku nggak mau bertemu dia lagi.”

“Kamu takut akan mengalami hal-hal nggak mengenakan seperti masa kecilmu kalau dia kembali lagi ke rumah?” tanya Thomas memandang lurus mataku. 

“Iya, kamu pintar banget. Pacarku memang paling peka,” candaku sengaja supaya suasana agak mencair dan bisa mengusir rasa takutku.

Candaan garing dan senyum paksa yang sengaja aku perlihatkan ternyata nggak berhasil membuat pacarku ini tersenyum. Wajahnya menegang, tetapi mata teduhnya memancar penuh kekhawatiran. Aku tetap mempertahankan senyum palsu agar kekhawatirannya lenyap.

“Kamu tenang aja. Dia nggak berani ke rumahku lagi. Soalnya Papa benci banget sama dia. Walaupun trauma itu masih ada, tapi aku udah baik-baik aja kok.” 

Syukurlah, wajahnya sudah lebih rileks setelah mendengar penjelasanku. Dia melepaskan tautan jari kami dan mulai menyalakan mesin mobil.

“Tadi aku sempat khawatir, wajah kamu pucat banget. Aku takut kamu pingsan,” kata Thomas sambil mengelus lembut kepalaku lalu melajukan mobilnya. 

“Kelihatan banget ya?” tanyaku lalu mengangkat ponsel untuk kujadikan pengganti kaca.

Thomas mengangguk. Saat mobil sudah berada di jalan raya, tangan kiri yang bebas dari stir kembali menggenggam tangan kananku. “Aku janji akan selalu melindungimu dari siapapun yang jahat sama kamu.”

“Iya,” jawabku singkat karena mati-matian menahan rasa haru atas perhatiannya yang sangat berarti buatku. 

***

Efek bertemu pria itu membuat Thomas berjanji mulai malam ini akan antar jemput aku di depan rumah. Setelah mobil Thomas menghilang di ujung gang, aku melangkah ke dalam rumah.

Lihat selengkapnya