Mereka berempat—Rohim, Nana, Sambara, dan Gemani—duduk santai di warung geprek langganan mereka, setelah kelas pagi yang panjang dan melelahkan. Suasana di sekitar mereka ramai, dengan suara pelanggan lain bercampur aduk dengan derap langkah pelayan, tapi obrolan di meja mereka terasa hangat dan akrab, seperti sebuah oasis di tengah keramaian.
Rohim mengaduk es teh manisnya sambil memulai percakapan. "Eh, kalian udah denger kan? Pengumuman program MSIB Kampus Merdeka udah keluar dari dua minggu lalu."
Nana, yang duduk di sebelahnya, mengaduk sambal di piringnya dengan pelan, tampak tenggelam dalam pikirannya. Ia menghela napas, menyandarkan punggungnya ke kursi dengan berat. "Denger sih, tapi aku nggak bisa ikut," jawabnya dengan nada yang sedikit lesu, suaranya hampir tenggelam dalam riuhnya warung.
Ekspresi Rohim berubah lembut saat ia melirik ke arah Nana. "Kenapa nggak bisa, Na? Bukannya kamu udah nunggu-nunggu dari dulu pengen ikut MBKM?"
Nana meletakkan sendoknya dengan lembut, matanya menatap jauh ke arah meja. "Syarat IPK-nya, Rohim. Kamu kan tahu, IPK aku nggak nyampe 3," jawabnya lirih, suaranya penuh kekecewaan.
Gemani dan Sambara saling bertukar pandang, sambil Sambara mengangguk penuh empati. "Aku juga, Na. Gara-gara nilai C yang aku dapet semester kemarin, nggak bisa ikut MSIB. Padahal pengen banget magang," kata Sambara, suara kecewa menyelinap ke dalam setiap kata.
Rohim menggapai tangan Nana di bawah meja, menggenggamnya lembut seolah memberikan semangat. "Tenang aja, sayang. Masih ada kesempatan lain, kan? Siapa tau semester depan kita bisa ngejar nilai lagi."
Nana mengangkat wajahnya. "Iya sih, tapi rasanya gimana gitu. Padahal pengen ikut semester depan," katanya pelan, seperti sebuah harapan yang ingin dipertahankan di tengah kenyataan yang pahit.
Sambara menambahkan, "Nggak usah terlalu dipikirin, Na. Pasti ada jalan lain buat kita. Lagian, program MBKM kan buka beberapa kali."
Gemani, yang dari tadi mendengarkan dengan saksama, akhirnya ikut menimbrung. "Iya, jangan sedih dulu. Kita masih bisa cari kesempatan lain," ujarnya.
Setelah mendengar bahwa Nana dan Sambara tidak bisa ikut program MSIB karena syarat IPK dan nilai, perasaan ragu mulai mengisi hati Gemani. Sebelumnya, dia cukup tertarik untuk mendaftar, tapi kini pikirannya mulai berubah.
Rohim melanjutkan, "Oh iya, apalagi pendaftaran di program studinya juga mepet banget. Deadline-nya dipercepat, sisa tiga hari lagi buat urus surat rekomendasi dari kampus. Ribet kalau nggak cepat-cepat urus dari sekarang."
Gemani mengernyit, berusaha mencerna semua informasi yang baru didengar. Ia menyuap nasi geprek dengan perlahan, menyimpan keraguan di dalam pikirannya. "Ribet juga ya. Apalagi kalau buat ngurus surat rekomendasi kampus dalam waktu tiga hari."
Rohim menatap Gemani, mengangkat alisnya penuh keingintahuan. "Ikut aja, Gem. Kan lo memenuhi semua persyaratan. Lagian, temen-temen lo si Fatim, Olive, sama Amel lagi ngurus MBKM dari kemarin kan?"