Terjeda

Syifa Fathonah
Chapter #29

Di Sisi Mbok

Waktu Gemani pulang di Cilegon dan berhari-hari muntah tiap kali makan, Mbok segera datang menjenguknya. Langkahnya pelan saat memasuki kamar cucunya, tapi wajahnya tampak memendam keresahan yang dalam. Di sana, Gemani terbaring lemah di atas ranjang, tubuhnya tampak ringkih, seperti tulang belulang yang diselimuti kulit pucat.

Mbok duduk di tepi ranjang, menatap cucunya yang tak lagi ceria seperti dulu. Gemani, yang biasa ia kenal penuh semangat, kini tampak tak berdaya, tenggelam dalam kerapuhan yang membuat hati Mbok terasa nyeri. Ia mengulurkan tangan, mengusap lembut punggung tangan Gemani yang dingin.

"Ya Allah, Putu Kite tinggal tulang belulang kabeh," gumam Mbok lirih, matanya berembun. "Mbok sampai nggak ngenalin kamu lagi."

Suaranya nyaris seperti bisikan, seolah takut Gemani mendengar rasa sakit yang ia simpan. Di dalam dirinya, teraduk-aduk rasa kasih dan kekhawatiran, mengingat masa kecil Gemani yang dulu begitu akrab dengannya—si kecil yang suka menggenggam tangan Mbok, ikut ke pasar, dan bersandar di pangkuannya sambil bercerita. Melihatnya seperti ini, Mbok merasa ada bagian dari hidupnya yang rapuh, terkikis sedikit demi sedikit.

Gemani membuka mata perlahan, lalu tersenyum samar. "Mbok maaf ya, bikin Mbok susah."

"Sudah, Nduk," jawab Mbok, suaranya bergetar, tapi ia berusaha tetap tegar. "Jangan mikir yang macam-macam. Mbok cuma pengin kamu sehat lagi." Ia menepuk lembut tangan Gemani, seolah ingin mengalirkan kekuatan yang selama ini ia kumpulkan untuk anak cucunya.

Dalam keheningan itu, pikiran Mbok kembali melayang, menelusuri ingatan tentang masa-masa penuh perjuangan bersama Fikriyyah, ibu Gemani. Fikriyyah, anak kelima dari lima bersaudara, dibesarkan dalam kekurangan tanpa pernah mengenal sosok ayahnya. Mbok ingat betul, saat mengandung Fikriyyah, suaminya pergi untuk selama-lamanya. Sejak itu, ia harus bertahan sendiri, menyembunyikan kenyataan pahit di balik kata-kata yang lembut agar Fikriyyah tak merasa kehilangan.

Setiap kali Fikriyyah bertanya, "Di mana bapak, Mbok?", Mbok hanya tersenyum kecil dan menjawab, "Bapakmu kerja di seberang pulau yang jauh, pulangnya masih lama." Kecil-kecil, Fikriyyah selalu percaya, bahkan berharap. Ia sering berlari ke pelabuhan ketika mendengar ada pekerja dari seberang pulau yang kembali, membawa fotonya dalam genggaman kecilnya, berharap akan menemukan wajah yang mirip dalam kerumunan.

Lalu suatu hari, Fikriyyah menemukan seorang pria yang wajahnya menyerupai foto ayahnya. Dengan penuh harap, ia memeluk pria itu. "Bapak!" serunya.

Namun pria itu mundur, dan sepupunya langsung berteriak, "Enak saja kamu mengaku-ngaku! Ini bapak saya tahu!"

Fikriyyah melepas pelukannya, memandang pria itu dengan kebingungan, sambil menunjukkan foto kecil yang selalu ia bawa. Saat itulah Mbok tahu ia tak bisa lagi menyembunyikan kenyataan. Malam itu, ia duduk di samping Fikriyyah dan memberitahu kebenarannya: bahwa ayahnya telah pergi sebelum ia lahir. Sejak hari itu, Fikriyyah tak pernah lagi bertanya.

Fikriyyah tumbuh sebagai anak yang tegar, yang tahu menahan keinginan tanpa banyak bertanya. Sementara Mbok berjuang mati-matian, mencoba berbagai pekerjaan—dari kuli cuci yang dibayar hanya lima ribu rupiah, sampai menjual kue yang seringkali tak dibayar. Pada akhirnya, ia menjadi tukang sayur di pasar, berangkat setiap pagi dengan berjalan kaki sejauh 15 kilometer.

Kini, melihat Fikriyyah yang penuh kekuatan itu harus menghadapi sakitnya sendiri, dan Gemani yang terbaring lemah, hati Mbok terasa semakin getir. Ia menggenggam tangan Gemani lebih erat, mencoba menyampaikan harapan dan doa dalam genggaman itu.

"Mbok, makasih ya, buat semuanya," bisik Gemani, suaranya bergetar di antara rasa syukur dan haru yang ia simpan dalam diam.

Mbok hanya tersenyum kecil, mengusap kepala Gemani dengan lembut. "Ore pape, Nong. Nong istirahat aja yang banyak, ya." Di balik senyumnya yang keriput, tersimpan cinta yang tak pernah lekang, cinta seorang nenek yang akan terus mendampingi anak cucunya, meski badai terus bergulung di sekitar mereka.

Lihat selengkapnya