Terjeda

Syifa Fathonah
Chapter #33

Langkah yang Berubah Arah

Di dalam kamar kost Nana yang sederhana namun rapi, Gemani duduk dengan santai, tenggelam dalam suasana yang tenang. Sejak Rohim, kekasih Nana, pergi mengikuti summer camp di Surabaya, mereka berdua bisa lebih leluasa menghabiskan waktu bersama.

Gemani merasa beruntung bisa berbincang dengan Nana tentang segala hal yang selama ini hanya terlintas di pikirannya, termasuk rencana mata kuliah lintas prodi yang ingin ia ambil semester depan. Sambil menyeruput teh hangat yang aromanya menenangkan, keduanya berbicara dengan nada ringan namun penuh antusias.

"Jadi, lo juga nggak mau ambil NLP?” tanya Gemani, menyandarkan punggung pada bantal empuk di sofa kecil kamar Nana.

Nana tertawa pelan, lalu menggeleng dengan tegas. “Enggak, Gem. Males banget sama Bu MarniKayaknya kalau ambil kelas itu, gue bisa pusing duluan.”

Gemani terkekeh, mengingat berbagai kisah "horor" tentang dosen tersebut. “Iya, gue juga sama. Rasanya trauma ikut kelas Bu Marni. Sudah cukup pusing di kelas lain, enggak perlu nambah beban, lah.”

Obrolan ringan mereka berlanjut dengan penuh canda, hingga akhirnya mereka sepakat mengambil mata kuliah Kewirausahaan di Teknik Informatika. Mata kuliah ini menawarkan perspektif baru yang menarik, memungkinkan mereka belajar soal bisnis, bidang yang tak mereka pelajari di jurusan mereka sendiri. Keputusan itu memberikan rasa lega pada keduanya, seolah telah mengurai simpul kecil dari daftar panjang rencana semester depan.

Ketika mereka bersiap-siap untuk berangkat ke kelas Bioinformatika, ponsel Gemani tiba-tiba bergetar di meja. Ia meraihnya dan tertegun saat melihat notifikasi pesan WhatsApp dari nomor yang tak dikenal. Dengan penuh rasa ingin tahu, ia membuka pesan itu, dan matanya langsung melebar.

"Assalamualaikum, saya Satria dari BPJPH.

Sdr. GEMANI, berdasarkan hasil seleksi, Selamat Anda diterima MSIB Batch 7 BPJPH dengan posisi Data Analyst. Berkaitan dengan konfirmasi tersebut, mohon untuk melakukan konfirmasi di akun platform MSIB Mahasiswa serta konfirmasi ke WhatsApp ini. Jika ada kendala segera dikomunikasikan dengan kami, maksimal hari ini, Kamis, 29 Agustus 2024 pukul 11.30 WIB.

Terima kasih."

Gemani terpaku, jantungnya berdebar-debar tak keruan. Pesan itu datang seperti kejutan yang hampir tak bisa ia percayai. Tanpa sadar, ia mengeluarkan suara kecil, setengah teriakan, “Hah!”

Nana yang tengah merapikan tumpukan buku di mejanya langsung menoleh, wajahnya penuh rasa ingin tahu. "Eh, ada apa, Gem? Kok lo kaget gitu?"

Gemani terdiam, mengalihkan pandangan dari layar ponselnya ke arah Nana. Sebagian dari dirinya ingin langsung menceritakan kabar gembira itu, tetapi sesuatu dalam dirinya membuatnya ragu. “Ah, enggak kok, enggak apa-apa,” ujarnya sambil tersenyum tipis, mencoba terdengar santai, meskipun nadanya sedikit bergetar.

Nana mengangkat alis, menatap Gemani dengan penuh selidik. “Beneran nggak apa-apa? Wajah lo tuh kayak habis lihat sesuatu yang mengejutkan banget.”

Gemani terkekeh kecil, berusaha mengalihkan pandangan dari Nana dan segera menyimpan ponselnya di dalam tas. Di satu sisi, ia merasa begitu bahagia dan bangga karena diterima sebagai Data Analyst di BPJPH, kesempatan yang sudah lama ia impikan. Namun, ada sebersit rasa takut dan cemas. Bagaimana bisa ia diterima, padahal ia melewatkan seleksi wawancara kemarin? Gemani khawatir ini hanyalah kesalahan, atau yang lebih buruk, mungkin semacam penipuan.

Dengan senyum paksa, ia mengalihkan percakapan. “Yaudah, ayo berangkat. Keburu telat nih kelas Bioinfo,” katanya, berusaha menutup rasa gugupnya.

Nana melirik sekilas, tampak masih penasaran, tapi memilih tidak mengungkitnya lagi. Keduanya segera beranjak ke parkiran, mengeluarkan motor dari garasi kecil kost, dan bersiap menuju kampus. Dengan helm terpasang rapi, Gemani duduk di belakang, memegang erat punggung Nana saat mereka mulai melaju di jalan yang masih lengang.

Angin pagi menerpa wajahnya, namun tak mampu menenangkan kegundahannya. Pikiran Gemani terus menerawang pada pesan yang baru saja ia terima. Hatinya berdebar setiap kali bayangan pesan itu muncul di benaknya. Ia bertekad untuk memeriksa kebenarannya dengan lebih teliti nanti malam, memastikan semuanya sebelum benar-benar mengizinkan dirinya merasa senang.

Setelah kelas Bioinformatika selesai, Gemani memilih tetap tinggal di ruang kelas yang kini sunyi. Cahaya sore mulai meredup di luar jendela, meninggalkan bayangan samar di sudut-sudut ruangan yang lengang. Sementara Nana buru-buru menuju kelas Proses Stokastik, Gemani masih bergeming di tempatnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya yang masih diliputi perasaan campur aduk sejak pesan dari Pak Satria pagi tadi.

Lihat selengkapnya