Mereka berhenti di sebuah halaman yang sangat luas berumput pendek. Di sekelilingnya ada dua buah bangunan sangat besar yang mengapit lapangan. Bangunan yang dilihatnya kini tak semegah bangunan-bangunan yang telah dilihatnya sepanjang jalan tadi. Bukan saja tak megah, bahkan bangunan itu terlihat kuno.
“Ayo,” ajak Paman Ali pada Uzy yang terbengong di depan sepeda motor.
Uzy melangkah beriringan dengan Paman Ali. Mereka berjalan memasuki bagian depan salah satu bangunan yang tadi Uzy lihat. Spanduk iklan pendaftaran kuliah terpasang di salah satu dindingnya. Uzy mengikuti langkah Paman Ali yang berbelok ke suatu arah.
Tanpa diduga, seorang gadis muncul dari belokan jalan yang Uzy ambil. Hampir saja mereka bertabrakan, tapi tak terjadi karena Uzy secara refleks menghindar ke arah kiri.
Gadis itu tersenyum meminta maaf, sebelum berlalu pergi. Uzy terpana. Senyum itu senyum termanis yang pernah Uzy dapati dari seorang wanita. Seolah dunia terasa tak lagi suram, bersinar dalam cahaya.
Uzy menoleh ke belakang, ingin sekali lagi melihat gadis itu. Dari belakang, rambutnya yang lurus panjang melewati bahu berkibar lembut terkena angin. Sosoknya terlihat sempurna, bentuk tubuh dan warna kulitnya tak tercela.
“Ayo, Zy. Ini ruangan tempat pendaftarannya,” panggil Paman Ali dari depan sebuah ruangan besar dengan pintu yang terbuka.
Uzy mengalihkan pandang dari gadis itu, lalu menatap Paman Ali yang berada tiga meter di depannya sejenak. Saat ia menoleh lagi, gadis itu sudah menghilang entah ke mana. Ingin rasanya Uzy menyusul gadis itu, melihatnya sekali lagi dan mengajak berkenalan. Tapi semua itu hanya dalam angan-angan. Kenyataannya, Uzy tak punya cukup nyali untuk berbuat liar.
“Cepat, Zy!” panggil Paman Ali sekali lagi, suaranya lebih keras dari sebelumnya.
Uzy tersentak, lalu setengah berlari mendekati Paman Ali yang terlihat jelas sudah tak sabar.
“Apa yang kamu lihat tadi?” tanya Paman Ali, agak gusar dengan kelambanan Uzy memenuhi panggilannya.
“Oh, anu ... ada cewek cakep banget, Paman,” jawab Uzy dengan wajah yang terasa memanas.
Paman Ali tergelak, lupa akan kemarahan yang sempat mampir barusan.
“Pantas kamu sampai linglung begitu,” seloroh Paman Ali.
Uzy cengengesan tak jelas antara malu dan salah tingkah.
“Ini map pendaftaranmu. Cepat masuk, Paman tunggu di luar,” pungkas Paman Ali.
Seberkas map berwarna biru dialihtangankan oleh Paman Ali kepada Uzy. Map tebal itu Uzy sambut dengan kedua tangan.
“Baik, Paman,” sahut Uzy sopan.