Musim semi tiba di kota kecil itu, membawa serta kicauan burung dan bunga-bunga yang bermekaran. Taman bermain yang biasanya sepi kini penuh dengan anak-anak yang bermain riang. Di tengah keramaian itu, seorang anak laki-laki duduk sendirian di ayunan, mengayun pelan sambil memperhatikan anak-anak lain yang berlarian dan tertawa.
Rei, dengan rambut hitam yang agak acak-acakan dan mata besar yang penuh rasa ingin tahu, merasa sedikit terasing. Dia adalah anak yang pemalu, lebih suka mengamati daripada terlibat langsung dalam permainan. Ayunan yang ia duduki berderit pelan setiap kali ia mengayunkan tubuhnya ke depan dan ke belakang, seakan menyuarakan kesendiriannya.
Dari kejauhan, seorang gadis kecil memperhatikan Rei. Hana, dengan rambut panjang berwarna cokelat yang diikat dengan pita merah, selalu penuh semangat dan suka membuat teman baru. Matanya yang cerah dan senyumnya yang lebar membuatnya terlihat sangat ramah.
“Hey, kamu sendirian?” tanya Hana dengan ceria, mendekati Rei yang sedang asyik dengan ayunannya.
Rei terkejut dan sedikit gugup. Dia tidak terbiasa dengan orang yang langsung mendekatinya begitu saja. “Umm... ya,” jawabnya pelan sambil menundukkan kepala.
Hana tidak menyerah dengan mudah. “Aku Hana! Kamu siapa?”
“Rei,” jawab Rei singkat.
“Kamu mau main bareng?” tanya Hana, matanya bersinar penuh harap.
Rei ragu sejenak, tetapi ada sesuatu dalam diri Hana yang membuatnya merasa nyaman. “Boleh,” katanya akhirnya dengan suara yang masih agak pelan.
Mereka mulai bermain bersama, menghabiskan waktu dengan permainan sederhana seperti petak umpet dan menangkap serangga. Hana yang ceria dan penuh semangat berhasil membuat Rei yang pemalu tertawa. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Rei merasa senang dan tidak terasing.