Di dalam rumah sewa itu, Angga Pratama baru saja selesai melakukan live singkat. Suaranya masih terpantul di dinding tipis rumah itu, bercampur dengan suara kipas angin lantai yang berdecit.
“Akhirnya selesai juga…” gumamnya sambil mematikan ring light.
Angga meletakkan ponsel di meja kecil yang penuh kabel. Ia merenggangkan tubuh, lalu mengambil gelas kopi susu yang sejak siang belum disentuh. Sudah dingin dan rasanya berubah, tapi ia tetap meminumnya.
Di dinding ada beberapa stiker motivasi murahan yang ia beli secara iseng:
“Kerja keras tak akan mengkhianati hasil.”
“Berhenti mengeluh, mulai bergerak.”
“Gagal hari ini, sukses besok.”
Ironisnya, ia sendiri jarang percaya pada kata-kata itu. Tapi ia tempel karena terlihat bagus di kamera, memberi kesan seseorang yang sedang berjuang.
Lima tahun. Sudah lima tahun ia hidup di dunia konten. Bukan waktu yang sebentar untuk seseorang yang tidak punya privilege apa pun. Tidak punya modal selain ponsel bekas yang dulu ia beli dari hasil mengamen di alun-alun Pandeglang. Tidak punya pengalaman tampil. Tidak punya mentor. Dan terutama, tidak punya harapan besar.
Tapi dari hal kecil, ia memulai. Dari video-video konyol yang tidak ia banggakan. Dari challenge murahan. Dari parodi. Sampai akhirnya ia menemukan satu hal yang mendatangkan penonton lebih banyak: review barang lokal.