Terminal Lama

Topan We
Chapter #16

Angga Pratama - Ritual

Di Kost, Edi yang hanya diterangi cahaya redup dari lampu 5 watt di sudut kamar. Di luar, suara sepeda motor lewat sesekali, disusul gonggongan anjing jauh di ujung gang. Bagi penghuni lain, itu hanyalah malam biasa. Tapi bagi Edi, malam itu adalah malam terakhir sebelum garis hidup seseorang patah, garis yang ia sendiri pilih untuk memutuskannya.

Edi duduk bersila cukup lama di tengah kamar. Punggungnya tegak, namun kedua tangannya bergetar seperti menahan sesuatu yang jauh lebih besar daripada ketakutan. Di depannya tergeletak buku catatannya, buku yang kini telah penuh berisi rutinitas, kelemahan, dan celah setiap sisi hidup Angga. Semua sudah lengkap. Semua sudah rapi. Tidak ada satu pun detail yang terlewat.

Tapi sesuatu di dalam dirinya menggigil tanpa alasan. Pelan-pelan ia bangkit. Ia mengambil wudhu dengan cara yang sangat hati-hati, seolah takut salah sedikit pun. Air dingin menyentuh wajahnya, mengalir ke tengkuk, membuatnya tersadar bahwa tubuhnya sendiri sedang memberontak. Tetapi pikirannya tetap lurus, terlalu lurus, ke arah yang gelap.

Ia menggelar sajadah. Ia mengangkat tangan. Dan ia mulai shalat.

Sejak rakaat pertama, Edi tahu ada sesuatu yang berbeda. Napasnya berat, seperti ada batu besar yang menekan dadanya. Setiap gerakan ia lakukan dengan lambat, nyaris gemetar. Ketika keningnya menyentuh lantai, entah kenapa dadanya pecah. Air mata Edi jatuh, bukan satu dua tetes, tapi mengalir deras seperti ada bendungan yang jebol di dalam dirinya.

Ia berusaha menahan isak itu, tapi tak mampu.

Suara tubuhnya bergetar menyusup ke ruang kamar. Dalam sujudnya ia memohon, dengan suara yang hampir tak terdengar:

"Ya Allah… hampurakeun dosa abdi…

Hampurakeun abdi…”

Lihat selengkapnya