Terminal Lama

Topan We
Chapter #18

Angga Pratama - Berhasil

Jalan pulang dari rumah Angga terasa lengang. Angin sore menampar helm Edi dengan ritme pelan. Tidak ada tanda panik. Tidak ada napas memburu. Yang ada justru ketenangan yang mencekam, ketenangan yang tidak dimiliki manusia biasa setelah melakukan sesuatu sekeji itu.

Edi bahkan melajukan motornya tidak lebih dari 40 km/jam. Santai. Teratur. Persis seperti seseorang yang baru pulang dari belanja harian.

Ia sempat berhenti sebentar di perempatan, menunggu lampu merah. Matanya mengamati sekitar tanpa emosi. Semua orang tampak menjalani hidupnya masing-masing. Tidak ada yang tahu bahwa hanya beberapa menit sebelumnya di sebuah rumah sewaan, seseorang mati mengenaskan.

Ia menatap langit sebentar. Lalu melanjutkan perjalanan pulang. Sementara itu, di rumah sewa Angga, mayatnya sudah tak berdaya.

Tubuh Angga sudah tidak bergerak. Asap tipis mengepul dari kulit yang gosong terbakar aliran listrik.

Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa hal itu bukan kecelakaan. Setidaknya belum.

Di kostnya, Edi menyalakan lampu kamar, menutup pintu, lalu duduk di lantai. Helm ia letakkan. Sarung tangan ia geser ke meja kecil. Tidak ada yang dilakukan dengan tergesa. Ia merapikan alat-alat yang jatuh dari mejanya dengan sangat teliti dan hati-hati. Ia menggerutu. Ia sudah hafal bahwa benda-benda miliknya jatuh karena ulah tikus yang selalu lolos masuk ke dalam kamarnya.

Ia mengeluarkan buku dari dalam tasnya, buku yang selalu ia sebut sebagai “Peta kematian”.

Halaman pertama berisi peta gang dan alamat orang-orang tertentu. Halaman berikutnya berisi jadwal, rutinitas, celah, kelemahan.

Dan salah satu halaman itu, halaman yang sudah seminggu terakhir ia buka, berisi nama:

Lihat selengkapnya