TEROR JIN DALAM PESANTREN

Lisnawati
Chapter #1

PROLOG

TEROR JIN DALAM PESANTREN

Written by Lisnawati & Bagaskara AP


Nyaring suara jangkrik dari semak-semak menambah padu suasana malam di pondok pesantren Al-Kaarim. Sudah tidak ada lagi aktivitas para santri yang riwa-riwi di area tempat belajar ataupun mushola selepas lewat pukul sembilan malam. Bahkan penerangan jalan masuk pondok hanya sebatas lampu lima watt yang terus berkedip seakan lenyap sebentar lagi. Pandangan Arumi tidak lebih dari jarak pandang lima meter dari posisinya berdiri di depan pintu gerbang yang menurutnya tempat terkutuk. Tidak pernah terpikir olehnya masuk ke sana, menjadi bagian dari santri yang akan menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Kaarim. Pondok yang sudah menjadi turun temurun dipimpin dari keluarga kakeknya, Kiyai Abdul Al-Kaarim keturunan dari salah satu wali songo. Arumi terus mengutuk dirinya sendiri ketika berjalan memasuki pelataran halaman pesantren yang gelap. Satu harapan Arumi untuk tidak tinggal terlalu lama di dalam pesantren ini. Arumi akan segera mewujudkan impiannya yang selalu ditentang oleh sang Abi, Kiyai Jafar Al-Kaarim.

Ketika langkah kaki Arumi semakin masuk ke dalam lorong pesantren, rasanya dada Arumi berubah sesak. Ada amarah juga rasa tunduk kepada orang tua yang seolah beradu. Arumi tersenyum kecut ketika berpapasan dengan dua santri lain yang tampak tertunduk seolah memberi hormat karena mengenal dirinya sebagai garis keturunan Kiyai. Sedangkan Arumi, tanpa peduli terhadap rasa segan mereka. Kaki Arumi terus melangkah hingga tepat berada di ujung koridor, dia berhenti memperhatikan bangunan bertingkat yang sesaat lagi akan ditinggali olehnya.

Ada pembatas diantara bangunan asrama dengan kawasan kelas para santri guna memberikan perbedaan aktivitas para santri. Bangunan dengan arsitektur yang tidak jauh berbeda tampak lebih terang oleh banyak lampu menyala dari ujung ke ujung. Ditambah cerah yang padu dengan cat tembok berwarna cream dengan gaya khas bangunan minimalis. Namun, Arumi merasakan ada kejanggalan di salah satu sisi bangunan yang selalu direnovasi ini. Tatapan matanya tidak berpaling sedikitpun dari bangunan asrama.

“Bagaimanapun juga rencana tinggal di asrama ini gak akan lama, aku akan berusaha buat Abi percaya sama impianku!” ucap Arumi dengan percaya diri. Mengingat kompetisi dance yang sudah menjadi impiannya sejak dulu akan terselenggara sebentar lagi. Butuh waktu bagi Arumi untuk berlatih dengan giat dan tekun agar mendapatkan kesempatan menjadi juara. Selama ini Arumi bersikeras untuk disekolahkan pada sekolah umum agar dapat mengikuti ekstrakulikuler dance. Disanalah tempat Arumi berlatih dance hingga coach mempercayainya untuk mengikuti kompetisi dance Nasional.

“Arumi..” sayup terdengar suara membuat Arumi menoleh ke belakang.

Arumi tersentak, tidak ada siapapun di belakangnya. Wajah Arumi berubah cemas dan mendesah. “Siapa kamu?”

“Gak usah main-main, deh.” kali ini nada suara Arumi lebih tinggi.

Arumi pun akhirnya mengendap secara perlahan mendekat ke arah suara lirih yang terus memanggil. “Siapa disana?”

Tepat berjalan sejajar dengan jendela ruang kelas, Arumi hendak menoleh dengan jantung yang berdegup kencang. Suasana sunyi menambah suasana seakan mengikat Arumi dalam ketakutan padahal bukan kali pertama ia mengunjungi pondok di malam hari. Namun, saat hampir menengok terdengar jelas suara langkah kaki dari arah belakang.

Lihat selengkapnya