Trimo dan Ijal menahan nafas. Belum ada tanda-tanda medi sawah itu akan hidup. Tangan yang mereka pegang belum bergerak-gerak. Jarwo kembali mengulang mantranya. Kali ini suaranya lebih keras dari yang pertama. Namun arwah yang dipanggil belum juga mau datang sehingga Jarwo kembali mengulangnya.
“Aduh…tolong!” pekik Ijal dengan suara tertahan.
“Kenapa?” tanya Trimo. Bulu kuduknya tiba-tiba meremang.
“Tangannya mulai bergerak,” jawab Ijal.
Melihat hal itu Jarwo berhenti membaca mantra. Ia menyuruh agar Ijal lebih kuat memegang tangan kanan medi sawah yang kini sudah menjadi jailangkung karena sudah dirasuki arwah orang yang meninggal.
“Cepat tanya,” suruh Ijal. Trimo sendiri kebingungan karena tangan yang dipeganginya tidak bergerak-gerak seperti tangan sebelah kanan yang dipegang Ijal.
“Tunggu sebentar,” sahut Jarwo. Dari nada suaranya Trimo tahu Jarwo mulai ketakutan. Namun bocah berusia 13 tahun itu memaksakan diri untuk lebih mendekat lagi ke jailangkung. Tangan kirinya memegang kertas yang kemudian ia letakkan tepat di bawah ujung pena yang diikatkan pada tangan kanan jailangkung.
“Siapa namamu?” tanya Jarwo kepada jailangkung.
Tiba-tiba tangan itu bergerak-gerak. Hasilnya, terdapat coretan pada kertas yang dipegang Jarwo. Dengan hati-hati Jarwo mendekatkan kertas itu ke wajahnya.
“Siapa namanya?” bisik Trimo.
“Tulisannya tidak jelas!”
“Soalanya tangan kamu bergerak-gerak,” potong Ijal.
Jarwo tidak menyahut. Ia tidak mau mengakui jika tadi tangannya sempat gemetar sehingga kertas yang dipegangnya bergerak saat jailangkung menulis.
“Ayo, diulang lagi,” kata Ijal.
Jarwo menganngguk, Kini dengan mantap ia menyorongkan kertas itu di bawah pulpen. Pandangannya luruh menatap wajah jailangkung.
“Siapa namamu?” tanya Jarwo.
Perlahan jailangkung kembali bergerak. Awalnya pelan, namun kemudian semakin kencang. Tangan Ijal dan Trimo ikut gemetar.
“Cepat Wo, dekatkan kertasnya,” kata Ijal setengah berteriak.
Jarwo mencoba menekan perasaannya. Ia menyodorkan kertas yang dipegangnya di bawah pulpen jailangkung.
“Tanganmu jangan bergera-gerak!” kata Ijal lagi dengan suara lebih keras.