Antara Hidup Dan Mati
*
*
*
*
Sejak malam dan sampai matahari mulai menampakkan cahaya nya, satu persatu korban kecelakaan sampai di Rumah Sakit Mutiara. Hanya suara tangisan isakan yang terdengar saat ambulance mengeluarkan korban.
Ariana terduduk lemas di halaman rumah sakit, dikelilingi oleh kerabat korban kecelakaan lain yang juga tengah dilanda keputusasaan. Di tengah dinginnya pagi, ia hanya bisa mematung, tak tahu doa apa lagi yang bisa dipanjatkan—ia terlalu takut untuk kehilangan satu-satunya cinta yang masih ia miliki.
Tiba-tiba, deretan ambulance mulai berdatangan; setiap satu yang tiba meninggalkan kesedihan baru dengan membawa korban yang telah tertutup kain putih.
" Allah... kabar apa yang akan engkau beri pada ku pagi ini ya Allah. Bagaimana bisa aku menjalani hidup tanpa ibu ke depan nya. Aku belum siap kehilangan ibu ku ya Allah." Bathin Ariana.
Saat ambulance terakhir tiba, membawa ibunya, Ariana merasa dunianya runtuh. Tubuhnya gemetar hebat saat melihat ibunya dibawa keluar dari ambulance, wajah yang begitu dicintainya kini berlumuran darah kental. Pada detik itu, kesedihan, ketakutan, dan ketidakpastian mendera sekaligus, membawa Ariana ke dalam kedalaman emosi yang belum pernah ia alami sebelumnya.
" Ibuk... ibuk bangun buk..." Jerit Ariana mendekap tubuh ibu nya.
" Buk, buka mata ibuk buk. Tolong katakan sesuatu, jangan diam saja. Buk... ibuk... Ariana mohon buka mata ibuk."
" Maaf, Mbak. Silahkan tunggu di luar, kami akan memeriksa pasien." Kata dokter yang muncul dari belakang Ariana.
" Iya, dok. Tolong selamat kan ibu saya dok. Cuma ibu yang saya punya sekarang, dokter." Pinta Ariana memohon.
" Terus lah berdoa. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk ibu kamu." Kata dokter yang memakai hijab instan itu seraya mengusap punggung Ariana.
*
*
*
*
*
Setelah menunggu kurang lebih lima belas menit, Dokter keluar dari ruang UGD dengan tatapan serius yang tak bisa disembunyikan.
" Bagaimana ibu saya, dok. Ibu masih hidup kan dokter?" Tanya Ariana panik.
"Ada pembekuan darah di beberapa titik di kepala Ibu kamu." Ujarnya dengan nada berat.
"Kami harus segera melakukan operasi atau akibatnya bisa sangat fatal."
Kata-kata itu seolah memukul Ariana dengan keras, menyisakan kebingungan dan ketakutan yang melumpuhkan.
" Kalau begitu lakukan yang terbaik untuk ibu saya, dokter. Lakukan operasi sekarang juga. Ibu saya harus selamat dokter." Pinta Ariana dengan lelehan air mata yang terus mengalir.
" Kalau begitu silahkan selesaikan pembayaran nya ke administrasi. Setelah semua nya selesai, operasi akan segera di laksanakan." Kata Dokter yang langsung membuat Ariana terdiam.
" Berapa biaya nya kira - kira dok?"
" Kurang lebih 150 juta. Itu belum termasuk biaya perawatan paska operasi. Kalau begitu segera lakukan pembayaran. Saya permisi, karena harus memeriksa pasien yang lain."