Beberapa hari kemudian.
Hari ini adalah hari pertama Wendy masuk ke kampus yang sama dengan Reynold. Ia berdandan sangat natural seperti mahasiswi normal pada umumnya dengan tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dan wajahnya yang tidak boros membuat sosoknya bisa berbaur dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya.
Selain itu, ia juga berangkat ke kampus menggunakan kendaraan umum, menggendong tas yang berisi buku-buku mata kuliah hari ini, tersenyum ramah pada pak satpam yang berjaga di pos satpam universitas, pokonya ia benar-benar sudah seperti mahasiswi ramah normal yang datang ke kampus untuk menuntut ilmu.
Beberapa hari sebelum memulai misinya di kampus ini, Wendy mendapatkan beberapa rincian mengenai identitas yang akan ia gunakan dalam misi ini dari Chris. Ia akan menggunakan identitas Bella Valentine untuk menutupi identitas aslinya. Chris benar-benar menuliskan semua rinciannya dengan sangat detail, termasuk dengan kepribadian, dandanan, serta gaya berpakaian yang harus Wendy gunakan saat menjadi seorang Bella Valentine. Pria itu sangat detail, ia bahkan mengirimkan banyak sekali pakaian yang harus Wendy pakai saat ia menyamar sebagai Bella sehingga dengan begitu sosok Bella bisa sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
Meski memang tampak berpenampilan normal, tetapi sebenarnya Wendy menyelipkan senjatanya di balik pakaian yang dikenakannya untuk berjaga jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Setelah melewati gerbang kampus, pertama-tama ia mencari papan petunjuk yang akan mengarahkannya pada gedung fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, tempat di mana program studi kriminologi tempatnya belajar berada.
“Hm, Aku hanya harus mengambil arah kiri, bukan?” gumam Wendy sembari memandangi papan petunjuk di hadapannya yang mengarah ke sebelah kirinya.
Wendy pun mengikuti petunjuk itu dan akhirnya ia sampai di depan sebuah tugu nama fakultas yang ia cari. Tanpa diduga ternyata arah dari papan petunjuk itu bukanlah mengarah pada sebuah gedung, melainkan sebuah area fakultas itu, yang di atasnya terdapat beberapa gedung yang begitu sangat megah dan luas.
Ia hanya menghela napas karena mengetahui bahwa dengan begitu ia harus mencari tempat belajar jurusannya di area yang begitu luas ini. “Kalau begini Aku harus bertanya ke sana-ke mari untuk menemukan ruangan E405,” gumamnya dengan perasaan malas karena dengan begitu ia harus berinteraksi dengan manusia-manusia di sekitarnya.
Ia lalu memeriksa jam tangannya dan tampaklah waktu sudah menunjukkan pukul 8.55 yang mana itu artinya 5 menit lagi perkuliahan akan segera dimulai.
“Ck, sial! Sepertinya Aku akan terlambat!” rutuknya sembari celingukan mencari orang yang memungkinkan untuk dia tanyai sembari berjalan ke arah sebuah gedung yang tampak paling besar di antara yang lainnya.
Tak sengaja, sembari berjalan menuju ke sebuah gedung yang berada di hadapannya itu, ia melihat seorang pria berjalan dengan santainya melewatinya menuju ke dalam gedung itu. Mengetahui hal itu, dengan sigap Wendy langsung menghentikannya untuk sekedar menanyakan kebingungannya saat ini.
“Um, anu … maaf, Tuan!” Wendy sedikit menaikkan intonasi suaranya untuk menarik perhatian pria itu sembari berjalan semakin mempercepat langkahnya.
Sontak pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh pada sumber suara yang terdengar seperti memanggilnya.
“Hm?” Pria itu memasang wajah heran sembari celingukan ke kanan dan kirinya seolah ia sedang mencari sesuatu.
“Em, Tuan?” Wendy yang melihat reaksi itu tampak heran karena bukannya menengok ke arahnya, pandangan pria jangkung itu malah lurus melewatinya.
“Ah! Itu dia!” ucap pria itu yang setelah mendengar suara Wendy langsung menundukkan pandangannya sehingga ia bisa melihat sosok mungil seorang wanita yang berdiri tepat di hadapannya.
Melihat gestur itu sebenarnya membuat Wendy sedikit kesal. Namun karena sedang menyamar menjadi seorang mahasiswi yang ramah dan menyenangkan, ia harus menjaga sikap, sehingga hal yang bisa dilakukan hanyalah memaksakan diri untuk tetap tersenyum pada pria itu.
“Well, ada apa gadis kecil?” tanya pria itu sembari tersenyum dengan sangat ramah pada Wendy.
“Tahan Wendy, tahan!” ucap Wendy di dalam hatinya, berusaha untuk tetap sabar setelah mendengar panggilan yang paling tidak ia sukai untuk dirinya itu.
Wendy membalas senyum ramah itu dengan terpaksa, tapi tetap tampak natural pada pria itu. “Tuan, Saya hanya ingin bertanya tempat, apakah Anda tahu di mana gedung E?” tanya Wendy.
Pria itu tersenyum lebar, lalu membalikkan tubuhnya sehingga menghadap pada gedung yang Wendy hendak menuju tadi. “Kau sudah menuju ke arah yang benar, itu dia gedungnya!” ucapnya sembari menunjuk gedung di hadapannya.
“Oh, baiklah, terima kasih, Tuan! Saya benar-benar sangat terbantu, maklum Saya mahasiswi baru jadi betul-betul tidak tahu lingkungan fakultas yang begitu luas ini,” ucap Wendy dengan sedikit berbasa-basi agar terkesan seperti mahasiswi ramah yang menyenangkan.
“Hoo, mahasiswi baru ya … semester 1?” Pria itu bergumam, tampak sedang mengira-ngira sembari mempelajari sosok Wendy dengan pandangan yang begitu tajam.
“Saya - “ Saat Wendy hendak menyangkal tebakannya, pria itu berkata kembali sehingga Wendy perkataan Wendy terpotong.
“Oh, tidak, tidak, lebih tepatnya mahasiswi baru semester 5!” ucap pria itu dengan mantap.
Wendy tertegun mendengar tebakan akhir yang sangat meyakinkan itu. Ia terkejut karena bagaimana bisa pria itu menebak dengan sangat tepat mengenai hal yang sebenarnya jarang terjadi, yaitu menjadi seorang mahasiswi baru di semester 5, semester pertengahan yang hanya tinggal separuh perjalanan lagi sebagai seorang mahasiswa.
“Well, ruangan mana yang Kau tuju?” tanya pria itu yang berhasil membuyarkan ketertegunan Wendy.
“Um, ruangan E405,” jawab Wendy.
“Baiklah, tujuan Kita sama, jadi ayo kita ke ruangan itu bersama-sama saja!” seru pria itu dengan sangat bersemangat.