DUG!
Aku langsung masuk ke dalam apartement-ku dan setelah itu mengunci pintunya rapat-rapat. Melihat Chris barusan, membuatku sedikit khawatir dan tentunya dengan melihatnya juga membuat suasana hatiku menjadi buruk.
"Akhirnya Aku sendirian," gumamku yang seketika merasa begitu lega berada sendirian di rumah.
Drrrttt ...
Drrrttt ...
Drrrttt ...
Tak lama, ponselku berdering, dan seperti yang kupikirkan, panggilan itu benar-benar dari Chris.
Aku terpaku sejenak memandangi layar ponsel karena hal itu membuatku khawatir dengan hal apa yang akan pria brengsek itu bicarakan padaku.
Namun karena aku tidak bisa mengabaikan panggilan itu, dengan sangat berat hari aku pun menerima panggilannya.
"Bicaralah!" Seperti biasa, aku menjawab panggilannya dengan ketus.
"Hai Baby ... kenapa? Kenapa Kau terdengar tidak santai seperti itu, hm? Santai saja, Aku tidak menggigit kok, kecuali jika Kau menginginkannya. Hehehe." Chris berkata normal seakan tak ada apa-apa sehingga kukira kali ini dia tidak mendapati aku melakukan kesalahan.
"Kali ini ada apa lagi?" tanyaku tanpa menghiraukan basa-basinya di awal.
"Tidak ada, melihatmu di kedai kopi tadi membuatku sangat gatal ingin sekali mengatakan betapa cantiknya Kau, Baby ...," jawabnya dengan suara yang begitu lembut nan menggoda.
"Kau sudah mengatakannya saat di kedai tadi, untuk apa Kau repot-repot menghubungiku lagi jika hanya untuk mengatakan hal konyol itu, hm?" timpalku dengan sinis.
"Oh, ayolah, Kau tadi tidak mengatakan apa-apa, Aku kan ingin mendengar suara manismu. Dan lagi di luar sana Aku tidak bisa berbincang denganmu dengan bebas ketika Kau sedang menyamar-"
"Sedang apa tadi Kau di sana?" selaku yang sudah sangat malas mendengarkan rayuan recehnya itu.
"Aw, akhirnya Kau peduli dengan apa yang kulakukan. Ah~ Aku sangat senang sekali ... well, tadi Aku hanya mampir sebentar ke kedai kopi itu untuk sekedar minum kopi saja sebelum pergi ke suatu tempat, dan kebetulan sekali Kau juga mengunjungi tempat itu. Bersyukur sekali bisa melihat Kau di tengah suasana hatiku sangat tidak baik," tutur pria brengsek itu.
Aku diam menunggunya selesai dengan omong besarnya.
"Hah~ Suasana hatiku sungguh tidak baik sebelum Kau datang. Bahkan saking tidak baiknya hampir saja Aku menghabisi seorang pelayan di kedai itu," sambungnya.
Mendengar penuturannya membuatku tersentak kaget. Jika suasana hatinya sampai tidak baik seperti itu, itu artinya ada sesuatu hal yang mengganggunya dan itu sungguh sangat tidak ia sukai. Kuharap itu bukan karena apa pun yang kulakukan, karena jika demikian, maka bisa saja ia datang ke apartemen ini dan melakukan sesuatu padaku saat ini juga.
Namun mengingat sejauh ini yang ia lakukan hanya memperingatiku saja, jadi kupikir sumber masalahnya bukanlah aku.
"Hal seperti apakah yang bisa mengganggumu, hm?" Aku pun memberanikan diri untuk memastikannya.
Kali ini giliran Chris yang terdiam. Ia diam cukup lama hingga akhirnya ia membuka mulut kembali. "Oh, banyak sekali hal yang menggangguku hari ini, dan salah satunya adalah membayangkan Kau menggoda pria lain selama seharian ini."
Ia terdiam lagi sejenak."Ck, Baby, maaf, Aku harus pergi sekarang -"
"Ya, ya! Aku akan melaporkan apa saja yang terjadi hari ini lewat email!" Aku langsung menyela agar ia bisa cepat-cepat mengakhiri panggilannya.
"Hahaha. Baiklah, kalau begitu sampai jumpa, Baby." Setelah itu, ia pun akhirnya benar-benar menutup teleponnya.
Sungguh, setelah panggilan itu berakhir, aku sangat lega bukan main. Mengetahui bahwa Chris tidak marah karena perbuatanku, membuat salah satu keresahan menghilang seakan sebuah bencana terlewati begitu saja.
Untuk menyegarkan kembali otakku yang sudah berasap karena hal-hal yang terjadi selama seharian ini, setelah percakapan singkat itu, aku langsung melepas semua perlengkapan menyamarku dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum nanti menuliskan laporan hari ini untuk Chris.
***
Sekarang sudah terhitung dua minggu aku menjadi seorang mahasiswi. Harus kuakui, selama itu aku merasa tak ada kemajuan dalam misiku ini. Reynold benar-benar pria yang sangat sulit. Selama dua minggu ini aku sama sekali tidak pernah berinteraksi lagi dengannya. Terakhir kami bersama dan berbicara adalah di hari pertamaku menjadi mahasiswi, dan itu pun hanya beberapa menit saja sebelum akhirnya dia pergi bersama dengan kekasihnya. Setelah itu, dia benar-benar tidak tersentuh lagi karena entah mengapa tiap kali aku hendak beraksi, dia selalu saja menghilang dan ketika ada kesempatan pun, dia sering kali disibukan dengan dosen yang memerlukannya, ditambah lagi para penggemarnya yang sangat banyak itu mempersulitku untuk mendekat padanya.
"Oi, mengapa Kau melamun?" tanya Viona yang membuatku tersadar dari lamunanku.