Sungguh, aku merasa bahwa hari ini adalah hari keberuntunganku. Selain karena bisa berbincang sebentar dengan Reynold meski pembicaraan itu sangat absurt sekali, aku juga satu kelompok dengannya dalam sebuah tugas kelompok yang memiliki jangka waktu pengerjaan satu bulan. Satu bulan waktu yang sangat lama, tapi mengingat pertemuan untuk mengerjakan tugas itu tidak mungkin satu bulan penuh, jadi bisa diestimasikan waktu pertemuan itu minimal satu kali dalam satu minggu, atau empat kali dalam satu bulan. Itu artinya, tiap minggu aku memiliki kesempatan untuk menarik perhatian Reynold, dan tentu saja, aku tidak boleh menyia-nyiakan hal itu.
"Yap, hanya pada waktu kerja kelompok saja Aku bisa berusaha mendekatinya tanpa takut diganggu oleh hal-hal payah seperti diintimidasi oleh para penggemarnya karena mengerjakan tugas adalah sebuah kewajiban ... Hah~ Aku tidak menyangka kesempatan seperti ini datang di saat Aku hampir saja putus asa~" pikirku sembari melangkah dengan perasaan ringan menapaki jalan menuju ke apartement-ku.
"Aku harus mempersiapkannya dengan maksimal!" sambungku dengan sangat bersemangat.
Tak lama, aku sampai di depan sebuah toko buku. Aku berhenti di depan toko itu dan sejenak memandang pintu masuknya. "Well, sepertinya di sana Aku bisa mendapat sebuah pencerahan," gumamku.
Aku pun masuk ke dalam toko buku itu dengan riang dan penuh harapan.
***
"Hah ... hah ... hah ..." Tampak seorang pemuda tengah berlari sekuat tenaga menelusuri sepanjang jalan gang sempit yang gelap.
Ia berlari menghindari sekelompok preman galak yang tengah mengejarnya di belakang. Tentu alasan ia berlari adalah untuk menghindari petaka, karena jika sampai mereka menangkapnya, maka sudah dapat dipastikan seluruh uang beserta harta benda yang ia bawa pun akan raib dirampas. Belum lagi sebelum itu pasti preman-preman bertampang sangar itu akan menghajarnya habis-habisan sampai ia babak belur.
"Si ... sial! Mengapa bisa Aku berakhir sial seperti ini sih?!" keluhnya di tengah-tengah pelarian itu.
"OI! BERHENTI KAU!!" teriak salah seorang dari ketiga preman yang mengejarnya.
Namun pemuda itu tidak mengindahkan teriakan penuh amarah itu, ia malah berlari semakin cepat. Lagi pula orang bodoh pun pasti tahu, jika ia menuruti perkataan itu, maka sudah pasti ia tidak akan selamat.
"Hah ... hah ... tahu seperti ini seharusnya Aku berlari lewat jalan ramai saja! Aku yakin pasti akan banyak orang yang membantuku menangani para bajingan ini!" pikir pemuda itu yang sungguh menyesalkan keputusan bodohnya dengan berlari menuju gang sempit dan sepi seperti ini.
Melihat sasarannya yang semakin menjauh, ketiga preman itu pun berpencar, berencana mengepung pemuda itu dari berbagai arah.
Tentu si pemuda tidak menyadarinya, hingga saat hampir saja sampai di mulut gang, tiba-tiba kedua preman yang berpencar tadi sudah muncul di hadapannya sehingga ia pun berhasil ditangkap.
"Ahahahaha. Bagus sekali!" ucap seorang preman yang mengejarnya di belakang pemuda itu. Ia tampak senang karena kedua rekannya yang berpencar tadi berhasil menghadang pemuda payah itu sebelum keluar dari gang.
Pemuda itu tampak gemetar, selain karena kelelahan akibat berlari tadi, hal itu juga karena ia memikirkan hal buruk yang akan ketiga preman itu lakukan padanya.
"A ... apa yang akan Kalian lakukan padaku?" tanya pemuda itu yang tampak panik melihat ketiga preman itu kian lama kian mendekat padanya.
"Memberimu pelajaran tentunya," jawab salah satu dari mereka sambil memasang seringai ngeri di wajahnya.
Kedua preman memegangi lengan pemuda itu erat-erat, sedangkan preman yang satunya tampak bersiap dengan kepalan tangannya yang besar.
"To ... tolong ja-"
BUAK!
Ketika ia hendak meminta ampun, preman itu tidak menghiraukannya dan malah menghajar wajahnya dengan sekuat tenaga hingga darah segar pun mungucur dari hidungnya.
Preman-preman itu tampak sangat senang melihat pemuda yang sedang kepayahan itu. Mereka menertawakannya sembari memukulnya dengan membabi-buta, tidak peduli apakah orang yang mereka siksa itu kesakitan atau tidak.
BAK
BUK
BAK
BUK
Mereka memukul dan menendang sekujur tubuh pemuda itu tanpa ampun hingga tampaklah noda darah dari luka-luka yang dihasilkan dari siksaan itu bercampur dengan tanah dan debu.
"OHOK! OHOK!" Kini ia terkapar tak berdaya di atas tanah sembari terbatuk-batuk.
"Hahahaha. Jangan salahkan Kami! Kau tidak akan seperti ini jika saja sejak awal Kau serahkan semua uang dan benda berharga yang Kau bawa!" ucap salah seorang dari preman itu sambil tertawa dan memeriksa tas ransel pemuda itu.
Pemuda itu tampak pasrah, semua yang bisa ia lakukan hanyalah melihat bagaimana para bajingan itu merampas harta bendanya. "Keh! Sial! Jika saja Aku lebih kuat, Aku tidak akan mudah ditindas manusia rendahan macam mereka sampai seperti ini!" Diam-diam dia merutuk, menyalahkan dirinya sendiri yang begitu lemah itu.
"Hm? Hoo, jadi Kau ini mahasiswa universitas Lione ... ck, memang tak salah, orang-orang berotak ternyata sangat lemah, payah sekali!" komentar preman lainnya yang menemukan kartu mahasiswa pemuda itu di dalam dompetnya.
Preman itu berkata demikian karena hal itu sudah menjadi rahasia umum bahwa universitas Lione adalah universitas yang berisi orang-orang intelek. Otak mereka memang sangat encer jika masalah akademik, tetapi dalam hal kekuatan kebanyakan dari mereka kalah telak, dan sangat mudah ditindas jika berhadapan dengan preman-preman berotot macam mereka yang sedang menindas pemuda itu.