"Ayah dengar kemarin kamu baru saja menyiksa Bima, sebelum akhirnya kamu memecatnya. Apa informasi itu benar, Rendra?" tanya Danu melihat putranya sedang ikut sarapan bersama, meski dengan jarak berjauhan.
"Iya," Rendra membalas singkat, dan lebih memilih fokus melahap makanan, yang ada di piringnya.
Meja makan berbentuk memanjang menjadi saksi bisu, keheningan antara seorang ayah dan anak. Rendra yang duduk di ujung kanan seolah tidak peduli, dengan kehadiran ayahnya yang berada di ujung sebelah kiri. Meski terlihat berhadapan, namun Rendra tidak ingin melihat wajah Danu. Walau ia sendiri juga menyadari, jika ayahnya sedang memperhatikannya.
"Hmm, bagus. Kamu memang seperti Ayah. Siapapun yang berkhianat dalam bisnis perusahaan, memang pantas untuk disiksa sebelum akhirnya kita pecat," Danu tersenyum merasa senang, namun tidak dengan Rendra yang masih enggan merespon perkataan ayahnya.
Danu memotong daging panggang menjadi kecil, lalu menyuapkan ke dalam mulutnya. "Tapi kemarin Ayah mendengar kalau kamu masih bersikap kasar dengan Selvi, Rendra. Apa itu juga benar?"
Meski mendengar pertanyaan dari ayahnya, Rendra justru memilih untuk diam membisu.
"Rendra! Ayah minta kamu bersikap baik dengan Selvi. Dia itu calon istri kamu, calon menantu Keluarga Wilson. Jadi Ayah minta kamu harus bersikap baik dengannya. Jangan buat Ayah malu di depan Tuan Lucas!" gertak Danu.
Namun sekali lagi Rendra tidak merespon perkataan ayahnya, dan membuat Danu semakin geram melihat Rendra, yang sama sekali tidak menaruh rasa hormat kepadanya.
"Rendra!"
Prang
Suara sendok dan garpu terdengar nyaring, saat Rendra menaruhnya dengan kasar di atas meja makan. "Bisa biarkan saya untuk makan dengan tenang tidak, Tuan Danu?"
Rendra memang memanggil Danu dengan sebutan 'Tuan' dibanding dengan sebutan 'Ayah'. Karena bagi Rendra, manusia yang kini berada di hadapannya, tidak pantas untuk mendapatkan panggilan tersebut.
"Rendra, jaga sikapmu! Turuti perintah Ayah, dan bersikap baiklah dengan Selvi!" perintah Danu.
"Saya sama sekali tidak mau menuruti semua perintah anda, dan berhentilah untuk mencampuri kehidupan saya!" balas Rendra dengan nada dingin.
"Rendra! Sampai kapan kamu terus membangkang perintah Ayah, Hah?!" Danu menatap tajam Rendra. "Aku ini Ayahmu, bersikaplah yang sopan dengan Ayah!"
Mendengar itu senyum miring terukir jelas di sudut bibir Rendra, "Ayah?"
Alisnya terangkat satu seperti tidak menyangka, jika orang yang mengaku sebagai ayahnya, tidak mempunyai rasa bersalah dengan apa yang telah dia lakukan terhadapnya.
"Lantas jika benar anda Ayah saya, lalu Ayah macam apa yang tega menjadikan anaknya sebagai alat bisnis, hanya demi menaikan saham perusahaan?" Rendra menyindir dengan nada penuh penekanan.
"Anda bukan Ayah saya, dan berhentilah untuk memaksa saya menikah, dengan orang yang tidak saya cintai!" Rendra memutuskan pergi meninggalkan meja makan, tanpa menghabiskan sisa makanannya.
"Jangan lupa Ayah punya hadiah jika kamu berani menentang perintah Ayah, Rendra!"
Ucapan Danu sukses membuat langkah Rendra terhenti. Ia meremas kasar kedua tangannya, karena tau hadiah apa yang dimaksud oleh ayahnya.
"Jangan coba-coba anda membuat kesalahan, yang bisa membuat anda berakhir mati di tangan saya!" ancam Rendra tanpa berbalik.