Cosmos Operations Center (COC)– Lembaga Antariksa Antar Bangsa, 2019
“Bullshit! Dari awal, aku sudah menduga ia hanya akan mengulang-ulang cerita basi itu!” Vig meradang. “Kau mempercayainya?” Ia kini menatap mata Fay, dan dari nada suaranya, jelas ia hanya ingin mendengar kata ‘tidak’ meluncur dari mulut rekannya itu.
Fay membiarkan sepasang mata cokelat itu menatapnya sedikit lebih lama. “Well, setidaknya dia menceritakan hal yang persis sama dengan apa yang dulu ia sampaikan pada saat persidangan.”
“Yang laporannya sudah kita baca ratusan kali!” Suara Vig kini terdengar bergetar. Ia melempar pandang ke luar jendela sambil menenggak habis segelas air yang sedari tadi terhidang di meja.
“Aku paham perasaanmu, Vig. Tapi, ya, maksudku tak ada salahnya kita mencoba melihat persoalan ini dari sudut pandang Tuan Kiv. Ia satu-satunya saksi kunci yang melihat kejadian itu di sana.” Fay berhenti pada bagian itu, melihat reaksi Vig – yang kini bersandar ke dinding kaca dengan kedua tangan terlipat di dada – lalu melanjutkan, ”Aku masih percaya bahwa ia mempunyai maksud baik dengan menceritakan versi sederhana dari kejadian yang sebenarnya.”
Vig tersenyum kecil. “Justru di sana letak permasalahannya. Ia hanya menceritakan versi sederhana dari kejadian yang sebenarnya, dan dia tahu kita tak butuh itu!”
Hening sejenak. Fay mengerti kekecewaan Vig. Bahwa daftar panjang pertanyaan yang sudah mereka persiapkan sejak lama hanya berujung pada cerita berurai air mata Tuan Kiv tentang dua rekannya yang hilang di zona eskplorasi di atas Gale Crater. Cerita yang tentu saja sudah mereka hapal dengan sangat baik.
Sebagai pengemban misi penyelamatan atas dua awak Vokanov IV yang keberadaannya masih belum diketahui sampai hari ini, mereka sangat berharap Tuan Kiv bisa memberikan sudut pandang baru tentang kejadian yang menimpa rekan kerjanya, bukan hanya sekadar mengatakan dengan mata berkaca-kaca bahwa badai entah apa telah menyeret Joana dan Khamee ke dalam pusaran asteroid dengan medan magnet yang amat kuat.
“Kurasa, “ Fay akhirnya bersuara, “meski sudah dua puluh tahun berlalu, ia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Apalagi, ia tahu kalau kau...”