terracotta

Rey Lasano
Chapter #9

Partie 9 • Orchestra of the Two Hearts (1)

Untuk beberapa waktu, Yuki tidak menceritakan tentang momen sarapannya bersama William pada siapapun. Untuk beberapa waktu juga, Yuki tidak melihat sosok William di sekeliling sekolah. Cowok itu jarang ada di lapangan basket dan tidak pernah ada di sekitar Lapaz di pagi hari. Momen sarapan mereka seperti mimpi bagi Yuki, kadang ia jadi bertanya-tanya sendiri apa momen itu betul-betul terjadi. Habisnya, sulit untuk percaya bahwa ia duduk di dapur Lapaz yang sibuk, bersama satu-satunya manusia yang menariknya seperti magnet sejak hari pertama mereka bertemu.

Yuki senang berbagi cerita, terutama pada Diana. Sahabatnya itu membantunya memproses berbagai pemikiran dan menguraikan benang kusut di kepalanya. Tapi Yuki sangat menyadari bahwa ada sesuatu yang istimewa antara dirinya dan William. Sesuatu yang membuatnya ingin mendekap momen-momen bersama William sedikit lebih lama, hanya di antara mereka berdua, tanpa orang lain turut tahu tentang cerita mereka.

Namun siang itu, Yuki memilih untuk menceritakannya juga pada Diana.

"Diana, apa artinya minyonyet?"

Diana melepas earphonenya. "Monyet? Kok kasar, sih."

Yuki tertawa. "Bukan. mi-nyo-nyet." kata Yuki di sela-sela gelak tawanya. "Dalam Bahasa Perancis, apa ada kata minyonyet?"

Diana berpikir keras, mencoba memahami kata-kata Yuki. "Mignonette, maksudmu?"

Yuki langsung mengangguk-angguk bersemangat. "Iya, betul!" Cara Diana mengucapkannya persis sama seperti William.

Senyum Diana merekah lebar. "William-mu memanggilmu mignonette?"

Pipi Yuki jadi memerah melihat antusiasme Diana. "Memang apa artinya?"

Diana harus berusaha ekstra keras untuk tidak menjerit. "William-mu memanggilmu mig-no-nette?" ulang Diana sambil menekankan kata terakhirnya.

"Apa artinya?" Yuki ikutan mengulang pertanyaannya.

"Cieeeee...."

Yuki jadi salah tingkah mendengar godaan Diana. "Serius ah, Di." katanya.

Diana menggenggam tangan Yuki dengan mata berbinar-binar. "Itu panggilan yang manis, Ki. William bener-bener cowok Perancis." Diana menjelaskan. "Artinya 'sayang'."

Yuki bisa merasakan wajahnya yang semakin panas dan memerah, sama sekali tak bisa mengontrolnya.

"Sekarang, tolong ceritakan semuanya. Aku mau denger semua detailnya, gimana ceritanya William-mu itu bisa tiba-tiba memanggilmu mignonette."

Yuki kemudian menceritakan pagi bersama William di Lapaz dan mata Diana melebar mendengarkan cerita yang nyaris seperti kisah dongeng itu. Di akhir cerita, Diana hanya bisa menggelengkan kepalanya. "William-mu itu sungguh spesies langka."

***

Sejarah Perancis adalah kelas mereka berikutnya setelah istirahat makan siang hari itu. Yuki telah mengirimkan tugas esainya beberapa hari sebelumnya, berkat inisiatif William yang mengajaknya sarapan bersama dan berkat Chef Marcel yang rela berbagi cerita. Lady Dupont, guru Sejarah Perancis mereka memasuki kelas dengan langkah-langkah kecil yang cepat. Baju terusan berlipit hijau dengan motif bunga elegan yang dikenakannya membuat Lady Dupont terlihat lebih tinggi dan langsing dari yang sebenarnya. Pandangan matanya tajam, seperti biasa, menyapu seisi kelas. Kelas 10A berangsur-angsur tenang, perhatian mereka sepenuhnya ada pada Lady Dupont.

"Saya sudah baca tugas-tugas esai kalian tentang Sejarah Perancis dan sejujurnya, kebanyakan sangat membosankan."

Lihat selengkapnya