Mata lauren menelusuri setiap sudut ruangan dilantai dua butiknya yang kosong melompong. Tidak ada manikin – manikin yang berjajar, tidak ada deretan etalase berisi baju – baju beraneka model, tidak ada hiasan – hiasan pemanis disetiap dinding, yang ada hanyalah dinding yang memudar dan dipenuhi sarang laba – laba. Bahkan kotak kaca berisi manikin serupa manusia yang terletak tepat di tengah – tengah ruangan pun tidak ada. Semuanya kosong.
Ini bukan butiknya. Tidak mungkin dalam sekejap butiknya kosong, kotor, dan berdebu seperti ini. tapi posisi tangga menuju lantai tiga dan tangga dari lantai satu sama persis dengan posisi tangga yang ada dibutiknya. Ditambah lagi jendela kaca besar yang menghadap ke jalan. Tapi kenapa kondisi butiknya seperti ini?
Mata lauren menyipit melihat sosok yang tidak asing baginya, sedang berdiri menghadap jendela dan membelakangi lauren. Bajunya yang berupa gaun putih panjang, rambutnya berwarna coklat disanggul. Bukankah itu manikin di dalam kotak kaca di butiknya?. Lauren perlahan mendekati sosok yang diyakini lauren adalah manikin di butiknya, hingga dirinya berdiri tepat dibelakang si manikin. Lauren mengamati dengan seksama dan matanya terfokus pada tangan si manikin. Nampak urat – urat samar dan kerutan – kerutan halus di telapak tangan si manikin. Pertama kali melihat manikin ini lauren memang sudah bertanya – tanya apakah benar ini hanya sebuah manikin biasa yang dibuat dengan begitu miripnya dengan manusia, ataukah memang sebenarnya manikin ini adalah manusia asli?
tangan lauren terulur mencoba menyentuh lengan si manikin. Tangan lauren mulai berkeringat dingin. Namun saat tangan lauren sudah hampir menyentuh telapak tangan si manikin. Tiba – tiba saja tubuh si manikin berbalik menghadap lauren yang langsung terenyak kaget. Rasa takut seketika menjalari tubuh lauren ketika menatap mata bening si manikin yang tampak tajam menusuk. Perlahan sudut bibir si manikin terangkat, menampakkan seringai jahat.
Lauren ingin lari, namun kakinya seakan terpaku di lantai. Mata lauren semakin melebar ketika wajah cantik si manikin mulai dipenuhi lumuran darah merah yang mengucur dari atas kepalanya, kedua tangannya terulur ke arah leher lauren. Dengan sekuat tenaga lauren ingin berlari menjauh dari manikin menakutkan ini, namun sial tubuhnya benar – benar tidak bergerak. Ketakutan lauren semakin menjadi – jadi ketika tangan si manikin mulai menyentuh leher lauren. Dan lauren menjerit sejadi – jadinya.
Lauren bangun dengan nafas tersengal – sengal dan berekringat. Syukurlah yang tadi itu hanya mimpi. Mimpi buruk yang menyeramkan. Lauren melirik ke arah jam dinding, jarum jam baru menunjukkan pukul tiga pagi. kenapa lauren sampai bermimpi si manikin di butiknya seperti ini, apalagi di mimpi itu si manikin ternyata hidup dan sangat menakutkan.
Lauren mencoba kembali tidur, namun bayangan si manikin yang hidup dengan wajah penuh darah terus membayangi lauren. lauren terus bergerak gelisah di tempat tidur, matanya terus dia pejamkan, namun tidak berhasil. Hingga subuh menjelang, barulah lauren benar – benar terlelap tidur.
***
Suara dering telepon yang terus berbunyi di nakas, membuat lauren mau tidak mau harus bergerak bangun. Dengan terhuyung – huyung, lauren menghampiri meja nakas dan tanpa melihat siapa si penelepon, lauren langsung mengangkatnya.
“hallo” suara lauren serak sambil terkantuk - kantuk
“kak, gawat kak” suara neni di seberang telepon terdengar panik. Mendengar itu lauren segera tersadar dari kantuknya.
“gawat kenapa nen?”
“gini kak, barang – barang di butik berantakan semua kak. Nanti aku jelasin detailnya kalau kakak Udah datang ke butik”
“oke. Aku segera kesana” tanpa menutup teleponnya lauren melempar handphonenya ke atas kasur, dan segera berlari ke kamar mandi. Setelah bersiap – siap dengan cepat, lauren segera memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju butiknya.
Lauren langsung lemas, mendapati butiknya kembali mengalami kekacauan. Kali ini semua baju – baju di etalase sudah bertebaran di lantai. Bukan hanya di lantai satu tapi di lantai dua juga. lauren segera menelepon xavier dan kedua sahabatnya vania dan disya untuk segera datang ke butik.
“ya tuhan, butik lo di serang lagi” ujar vania begitu tiba di butik lauren. lauren sengaja tidak membereskan barang – barang nya dulu, agar xavier, vania, dan disya bisa melihat sendiri kekacauan di butiknya.
“gila! Ini sih Udah keterlaluan namanya. Lo harus melakukan sesuatu ren. Gak bisa di biarin ini” timpal disya
“kejadiannya kayak apa nen?” tanya vania
“tadi begitu kita bertiga masuk ke dalam butik, tempat ini Udah berantakan kak. Kita periksa ke lantai dua juga sama” neni menjelaskan
“tapi di lantai tiga aman kok kak” tambah anita
“gimana kalau kita laporin ini ke polisi aja” usul xavier yang langsung disambut gelengan oleh lauren.
“aku belum mau laporin ini ke polisi xav” ujar lauren lemas. Entah kenapa lauren merasa malas harus berurusan dengan polisi. apalagi semalam lauren bermimpi buruk tentang manikin menyerupai manusia itu.
“lalu lo mau ngelakuin apa ren? Gak mungkin kan elo diem aja” tanya vania
“gue mau pikirin dulu beberapa hari ini. kalau gue gak nemu solusi mungkin dengan terpaksa gue akan lapor polisi” ujar lauren
“ya udah terserah kamu aja sayang. Lebih baik kamu calm down dulu beberapa hari ini, oke” xavier merangkul bahu lauren “Untuk berjaga – jaga, gimana kalau aku sewain satpam buat berjaga di butik kamu kalau malam hari”
“ide bagus” cetus disya
“ren, dibutik lo ada CCTV nya kan? Kenapa kita gak lihat CCTV aja. Pasti langsung ketahuan kan siapa pelakunya” usul vania
Kalau lauren mau, dari awal lauren pasti sudah melihat rekaman CCTV diu dalam butiknya, tapi entah kenapa nalurinya mengatakan ini bukan hanya sekedar penyusup yang datang. Lagian, sudah pasti akan ketahuan siapa dibalik pelaku kekacauan di butik lauren, karena semuanya akan terekam jelas di CCTV. (Kecuali si pelaku memakai topeng, yang membuat wajahnya tidak terlihat). Kejadian ini begitu beruntun, membuat lauren tidak sempat memikirkan solusi apa yang akan dilakukannya.
“gue belum mau lihat. Gue pingin menangkap basah pelakunya van, tanpa melihat CCTV terlebih dahulu. Lagian bisa saja kan si penyusup memakai topeng agar identitasnya gak ketahuan”
“oke, kalau itu mau lo. Sekarang kita beresin butik lo ya” vania tersenyum mengerti “anita, neni, dan lisa kalian beresin di lantai bawah ya. Kami berempat beresin dilantai dua”