malam ketiga pak jajang dan pak budi menjaga butik lauren. mulai ada sesuatu yang mengusik kedua satpam tersebut. Ini dimulai ketika jarum jam menunjukkan pukul sebelas lewat. Saat itu keduanya tengah asyik menikmati secangkir kopi di lantai tiga sambil menonton TV. Kuping pak jajang menegak menangkap sebuah suara yang berasal dari lantai bawah. Suara langkah kaki. Pak jajang berusaha menajamkan pendengarannya. Bahkan kini suara volume televisi dikecilkan. Iya, itu suara langkah kaki.
“denger suara langkah orang gak bud?” tanya pak jajang
“enggak tuh” jawab pak budi
“coba dengerin baik – baik bud” kata pak jajang
Pak budi mencoba menajamkan telinganya baik – baik.
Srekk.. srekk..srekk..
“iya jang. Itu suara langkah kaki” badan pak budi menegak. “ayo kita turun!” pak budi segera beranjak dari duduknya diikuti pak jajang. Berdua mereka menurungi tangga dengan langkah – langkah pelan. Pak jajang maupun pak budi tidak ada yang berniat untuk menyalakan lampu, walaupun sakelar lampu berada tepat di dinding didekat anak tangga terakhir. Meskipun gelap, pak jajang dan pak budi tetap bisa melihat sekeliling ruangan karena cahaya dari tiang lampu besar yang terletak didepan butik dan menembus jendela besar di lantai dua.
Pak budi dan pak jajang menelurusi seisi ruangan dari tempat mereka berdiri, hingga mata mereka tertumbuk pada kotak kaca yang berada di tengah – tengah ruangan. “lho! Manikin didalam kotak itu kok gak ada bud?” ujar pak jajang heran
“wah! Jangan – jangan ada pencuri masuk kedalam butik ini dan mengambil manikin itu jang” cetus pak budi “ayo! Kita periksa jang. Siapa tahu malingnya masih ada didalam sini”
pak jajang dan pak budi memutuskan untuk berpencar. Pak budi turun ke lantai satu dan mengecek disana. Sedangkan pak jajang tetap berada di lantai dua. Pak jajang mulai menelusuri setiap sudut ruang di lantai dua. Langkah pak jajang berhenti ketika melihat sebuah kursi goyang bergerak – gerak dan mendapati seorang perempuan sedang duduk diatasnya sambil menghadap ke luar jendela. Pak jajang mulai melangkah mendekat, sambil pikirannya bertanya – tanya. Siapa orang ini?. apa ini mbak lauren? pikirnya. Tapi kenapa aneh sekali, lauren bisa tiba – tiba berada di butiknya hampir tengah malam seperti ini. dan dilihat dari pakaiannya yang memakai gaun panjang berwarna putih kusam, rambut coklat tergelung rapi. Rasanya tidak mungkin ini lauren.
“jang, dilantai bawah gak ada siapa – siapa. Gue gak nemu tanda – tanda barang dirusak atau pintu yang di bobol” ujar pak budi tiba – tiba, membuat pak jajang terlonjak kaget.
“elo ngagetin gue aja bud” omel pak jajang “bud, coba lihat ke sana. Menurut lo itu mbak lauren bukan?” pak jajang menunjuk ke arah perempuan yang sedang duduk tenang di kursi goyang.
Pak budi yang baru menyadari ada seseorang disana, sedikit terkejut. Pak budi memperhatikan dengan seksama sosok yang membelakanginya tersebut. Benarkah ini lauren?. “gue gak yakin ini mbak lauren jang”
Tanpa banyak bicara lagi, pak jajang dan pak budi berjalan perlahan – lahan hingga mereka sudah berdiri tepat di belakang perempuan yang duduk di atas kursi goyang itu.
“mbak lauren?” panggil pak budi pelan. Hening. Tidak jawaban. Pak jajang dan pak budi saling pandang.
“mbak lauren?” ulang pak jajang, kini tangan pak jajang terangkat, hendak menepuk bahu si perempuan. namun belum sempat tangannya menyentuh pundak si perempuan. pak jajang dan pak budi tiba – tiba dikagetkan oleh si perempuan yang mendadak menoleh.
Keduanya terlonjak kaget karena wajah yang mereka dapati, adalah wajah si manikin yang berada di dalam kota kaca di butik ini. kedua security itu semakin terkejut ketika perlahan – lahan bibir si manikin mulai menyeringai lebar dengan sorot mata tajam. lalu manikin itu mulai bergerak berdiri.
“jang, manikin nya bisa bergerak” ujar pak budi gugup dan takut
“iya bud. Manikin nya hidup” balas pak jajang tidak kalah ketakutan