Pukul enam pagi, lauren, dibantu vania, xavier, dan Stefan membereskan butik yang kacau balau. Cermin di ruang kamar ganti di ganti, baju – baju yang kotor dan terkena darah dibawa ke laundry, manikin yang rusak di simpan di dalam gudang. Darah – darah yang berceceran di lantai di pel dengan pewangi lantai berulang – ulang kali, hingga bau amisnya hilang. lauren bahkan membakar dupa di setiap lantai, sekaligus berdoa. Semoga tidak akan ada lagi kekacauan di butiknya.
Pukul sembilan pagi, lauren, xavier, vania, dan stefan selesai membereskan butik. sambil menunggu anita, lisa, dan neni datang, lauren dan vania membersihkan diri di lantai tiga. sementara xavier dan stefan sibuk makan semangkuk bubur langganan mereka yang biasa mangkal hingga pukul sepuluh, tidak jauh dari butik lauren.
Begitu lisa, neni, dan anita datang. lauren dan vania langsung pergi menuju rumah sakit, sementara itu xavier dan stefan berangkat ke kampus, karena hari ini mereka ada kuliah. Sesampainya di rumah sakit, lauren dan vania disambut senyum hangat ibu disya. lauren langsung tersentuh melihat wajah ibu disya yang walaupun terlihat lelah dan sembab akibat menangis, namun masih bisa tersenyum hangat pada dirinya. Padahal, mungkin anak gadinya celaka gara – gara dirinya.
Lauren langsung memeluk ibu disya, dan disambut pelukan hangat ibu disya. “maafin lauren ya tante. Gara – gara lauren, disya celaka” lauren kembali terisak.
“sudah nak. Jangan menyalahkan diri seperti itu” ibu disya melepasan pelukan lauren, lalu menghapus air mata lauren yang jatuh. “ibu tidak menyalahkan siapa – siapa kok. ini namanya kecelakaan nak”
“keadaan disya bagaimana tante. Apa kata dokter?” tanya vania
“kepala disya terluka parah, itu yang menyebabkan disya belum sadar sampai sekarang” jawab ibu disya.
Karena disya masih memiliki adik yang masih duduk di sekolah dasar, akhirnya ibu disya ijin untuk pulang sebentar ke rumah dan meminta lauren dan vania untuk menjaga disya hingga sore menjelang. Barulah menjelang magrib lauren dan vania keluar dari rumah sakit. Mereka berdua langsung menuju butik dan memutuskan tetap akan tinggal di butik selama beberapa hari ke depan, walaupun dengan resiko si penyusup itu muncul kembali dan mencelakai mereka berdua. Sebelumnya, lauren menyempatkan diri ke tempat laundry untuk mengambil baju – baju yang terkena darah dan kotor.
“neni, tolong baju – baju ini di pajang di elatase khusus diskon ya” kata lauren meletakkan baju – baju yang terbungkus plastik rapi.
“oke kak, siap” sahut neni mulai membuka plastik – plastik laundry dan mengganti gantungan baju dari laundry dengan gantungan baju butik.
“kak, model bajunya kan masih model terbaru. Kok mau di diskon sih kak?” tanya neni sambil tetap melanjutkan aktifitasnya membereskan baju. Memang, lauren menyediakan diskon bagi baju – baju dengan model yang sudah agak lama, atau model baju yang tinggal hanya satu warna saja. Namun mengingat baju – baju tersebut sebelumnya sudah terkena noda darah, lauren tidak mungkin menjualnya dengan harga normal. Bahkan seharusnya baju – baju tersebut tidak perlu lauren jual.
“baju nya kemarin kotor kena noda nen. Dan ini baru selesai aku laundry, gak mungkin kan aku jual bajunya dengan harga normal. Ya gak worth it aja” jawab lauren tanpa menjelaskan detail noda apa yang terkena di baju tersebut.
“padahal walaupun dijual dengan harga normal masih bisa lho kak. Kan bajunya juga di cuci di laundry. Apalagi pembeli kan gak tahu kak. Orang bajunya masih oke – oke kak, plus wangi lagi” cerocos neni
Lauren hanya tertawa mendengar ucapan neni. Anak ini, memang paling bersemangat kalau bekerja. Selalu saja ada hal yang bisa dikomentari neni atau selalu saja ada cerita – cerita baru dari neni yang bisa obrolkannya.
“kak lauren mau manjain pembeli kali nen. Kak lauren kan baik banget” sahut lisa
“iya sesekali manjain pelanggan gak akan bikin gue rugi kok sa. Malahan nambah pahala” jawab lauren.
“oh iya kak. Kak disya mana? Kok gak ikut” tanya anita
Lauren langsung terdiam, matanya melirik ke arah vania yang juga sedang melirik ke arah lauren. “disya masuk rumah sakit nit” vania yang menjawab
“hah? Sakit apa kak?” tanya neni
“jatuh dari tangga. Dibutik ini” jawab lauren
“oh ya. Kapan? Terus sekarang kondisi kak disya gimana?” lisa penasaran
Lauren menceritakan kejadian kemarin malam kepada neni, lisa, dan anita yang mendengarkan dengan serius. Lauren menceritakan semuanya. Tidak ada yang lauren tutupi dari ketiga pegawainya tersebut. Tadinya lauren ragu menceritakan kejadian disya yang kemungkinan dicelakai si penyusup. namun lauren berpikir ulang, jika ketiga pegawainya ini juga harus tahu agar mereka bisa berhati – hati.
“ya ampun. Jahat banget sih, ini namanya udah keterlaluan kak kalau sampai celakain orang. Kak lauren gak mau lapor polisi?” komentar anita
Lauren menggeleng. “niat lapor polisi sih ada nit, tapi aku harus serahin sama buktinya dulu. Aku baru mau periksa CCTV di butik”
“kalian harus hati – hati ya. Kalau ada yang mencurigakan langsung hubungi lauren atau aku” ujar vania
“mulai besok malam, akan ada satpam yang berjaga didepan. Jadi kalian gak usah takut atau khawatir kalau masih dibutik sampai malam” tambah lauren
Ketiganya mengangguk. Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam. Lauren menyuruh neni, lisa, dan anita untuk pulang. pukul sembilan malam, xavier dan stefan datang dengan satu kantong plastik berisi martabak dan minuman thai tea kesukaan lauren dan vania. Malam ini mereka berempat akan memeriksa CCTV di butik.
Namun sialnya, ternyata CCTV dibutik lauren rusak. tidak ada satupun kejadian yang terekam oleh CCTV tersebut. Semua CCTV di setiap lantai butik lauren tidak ada yang berfungsi. CCTV di butik lauren hanya berfungsi satu bulan pertama sejak butiknya resmi di buka.
Lauren memukul meja “brengsek! Sejak kapan CCTV di butik gue rusak begini”