Setelah mengetahui fakta yang sebenarnya mengenai manikin hidup itu dari pak freddy. Tanpa menunggu hari esok, sorenya menjelang malam lauren dan vania langsung meluncur menuju butik nya di daerah jakarta utara. Cukup. Lauren memutuskan untuk menutup butiknya dan akan mencari ruko lain yang lebih normal untuk menjalani bisnis clothing line nya. lauren sudah menghubungi xavier dan stefan untuk membantunya memberesekan separuh barang – barang nya di lantai tiga dibutik, dan mereka akan menyusul.
Lauren langsung membereskan barang – barang nya di lantai 3, di bantu vania. Setelah selesai, kedua gadis itu bergegas turun dan langkah mereka terhenti di tengah tangga. Mata mereka terpaku pada sosok yang tak asing bagi mereka, sedang berdiri tegak di tengah – tengah ruangan. wajahnya nampak tenang namun tegas. Lauren dan vania saling berpandangan. Lorenza menampakkan wujud aslinya kepada lauren dan vania.
***
“apa pak freddy masih menemui lorenza hingga saat ini? Apa pak freddy yang membuat lorenza hidup kembali” tanya lauren. Dirinya tidak mengira jika manikin itu benar – benar terbuat dari mayat. Walaupun sulit untuk percaya, namun lauren tahu hal itu benar kenyataannya.
“lorenza mulai membuat ulah. Dia tidak mau lagi memakan darah ayam. Lorenza bosan, dan ingin darah yang lain. Darah manusia”
“tadinya setiap satu minggu sekali saya selalu datang menemui lorenza dan membuat dia hidup, bergerak, dan berbicara. Namun karena dia meminta darah manusia, saya tidak bisa selalu menyanggupi permintaannya. saya pun mulai semakin jarang menemui dia. Mulanya hanya satu bulan sekali, tiga bulan sekali, hingga satu tahun sekali. Saya pun membiarkan manikin lorenza tetap berada di ruko dan saya pindah ke rumah ini” jelas pak freddy
“mungkin karena kini ruko itu berpenghuni, lorenza menjadi senang. Selama ini dia kesepian. Jadi saat dirinya melihat kalian, dia tertarik ingin ikut bergabung”
“dengan mencelakakan teman – teman saya?” potong lauren sedikit emosi.
“mungkin itu hanya bentuk perkenalan saja darinya. Dia ingin menunjukkan bahwa selama ini dia ada diantara kalian. Dia mengamati, memperhatikan, dan dia bergerak secara diam – diam tanpa kalian tahu”
***
Lauren memperhatikan manikin itu dengan seksama, menelusuri setiap bagian tubuh si manikin dengan jelas. Dan mata lauren terpaku pada tangan si manikin yang nampak membiru seperti membusuk. Di tangan kanannya tergenggam sebuah pisau besar yang nampak berkilat terkena cahaya lampu. Lauren menyentuh lengan vania agar mengikutinya turun ke bawah. walaupun terlihat seperti menyerahkan diri, tapi itu lebih baik dari pada nanti mereka berdua harus berlari ke atas dan terjebak disana. Setidaknya jika manikin itu mencelakainya, lauren bisa melarikan diri dengan cepat ke arah tangga dan turun ke bawah.
“hallo lauren” ujar si manikin dengan suara serak. “akhirnya kita bertemu”
Lauren meremas tangan vania yang dibalas vania. bulu kuduk lauren terasa berdiri dan ketegangan langsung menghinggapi dirinya. Lauren tidak bisa berkata apa – apa dan hanya memandang takut pada si manikin. dan tanpa di duga – duga, si manikin melemparkan pisau yang digenggamnya ke arah lauren dan vania. lauren yang tidak menduga serangan cepat dari si manikin, segera menghindar dengan berlari ke lantai tiga.
Lauren yang menyadari dirinya malah menaiki tangga bukannya turun, merutuk dalam hati. sial, sial, sial. Langkah mereka seketika terhenti ketika melihat si manikin sudah berdiri di atas tangga paling atas, dan dengan gerakan cepat si manikin mendorong vania keras hingga vania terjungkal dan jatuh terguling ke bawah.
“vania” teriak lauren
Sebelum lauren berlari turun menghampiri sahabatnya, si manikin sudah menyambar tubuh lauren dan menekan lehernya hingga tubuhnya merapat ke dinding. Astaga, kali ini lauren benar – benar takut. Iblis yang bersemayam dalam manikin ini telah bangkit. Apa yang harus lauren lakukan. Bagaimana caranya lauren meloloskan diri.
“senang bertemu secara langsung seperti ini lauren” ucapnya “biasanya aku hanya melihat mu dan teman – temanmu dari dalam kotak itu”
Si manikin mendekatkan wajahnya. Kini jarak wajah si manikin dengan lauren hanya beberapa senti. Lauren menutup matanya kuat – kuat. Dia tidak mau melihat wajah mengerikan si manikin yang meskipun berwajah cantik tapi terasa menakutkan. Apalagi tekanan tangan si manikin di leher lauren semakin kuat. Lauren mulai kesulitan bernafas. Dirinya harus melakukan sesuatu. Dia tidak mau mati hanya karena sebuah manikin. ayo lakukan sesuatu lauren, lawan dia.
Bukkk…..
Sebuah pukulan keras mengenai punggung si manikin. lauren membuka matanya, dan melihat vania yang berdiri di belakang si manikin, dengan kedua tangannya yang memegang sebuah tongkat. Bukan, itu bukan tongkat, melainkan sebuah tiang dari etalase baju.
Si manikin menggeram marah ke arah vania “kau”
Bersamaan dengan itu pula, tekanan tangan si manikin di leher lauren berkurang. Lauren tidak menyia – nyiakan kesempatan itu, dengan satu gerakan cepat dan kuat, lauren menendang bagian perut si manikin keras, hingga manikin itu terlempar ke lantai dua dan membentur etalase baju.
“van, lo gak apa – apa kan?” tanya lauren khawatir
“gue Cuma memar biasa ren, dan sedikit pusing. Tapi selebihnya gue fine” jawab vania. Walaupun tubuh vania terasa remuk semua dan kepalanya berkunang – kunang, namun vania memaksakan diri untuk bangun dan mengambil tongkat etalase baju. Lalu berusaha merangkak naik. Saat mencoba bangun, yang ada dikepala vania hanya satu. Lauren. si manikin itu pasti sedang berusaha menyakiti lauren. dan terbukti. Saat dirinya berhasil naik ke atas, si manikin sedang berusaha mencelakai lauren.
Lauren dan vania tergopoh – gopoh turun. Di lantai dua, lauren dan vania tidak melihat jejak si manikin yang terjatuh barusan, hanya ada etalase baju yang roboh dengan baju – bajunya yang berserakan. lauren tidak peduli, mereka berdua berlari meninggalkan lantai dua menuju tangga. namun lauren tersentak kaget ketika tubuhnya tiba – tiba tersungkur dan dengan cepat kakinya di tarik.
“lauren!” teriak vania.
Vania melihat si manikin menarik kaki lauren dengan wajah garang. Dan dengan satu gerakan cepat, tangan si manikin menancapkan pisaunya ke kaki lauren.
“aarrghhh…..” lauren berteriak kesakitan.
Si manikin menarik kembali pisau yang menancap di kaki lauren dan kembali ingin melukai bagian tubuh lauren. menyadari hal itu lauren langsung bergerak cepat dengan berguling ke sisi kanan dan menendang wajah si manikin. lauren buru – buru bangkit dan menghiraukan rasa sakit di kakinya. Di bantu vania, lauren menggulingkan sebuah lemari berisi baju ke arah si manikin.
Dengan langkah tertatih – tatih dan darah yang terus mengucur, lauren berusaha bergerak secepat mungkin. Melihat kondisi lauren yang terluka di kakinya, jadi untuk sementara lauren dan vania memilih bersembunyi di bawah tangga. sebelumnya vania terlebih dahulu mematikan lampu, agar si manikin tidak melihat ceceran darah lauren dan tahu tempat mereka bersembunyi. mungkin jika keadaan lauren baik – baik saja, mereka berdua bisa memiliki kesempatan untuk berlari turun ke lantai satu, tapi jika mereka memaksakan diri, lauren takut si manikin akan dengan cepat mampu mengejar mereka.
Ini menjadi malam paling mencekam untuk lauren dan vania. untuk beberapa saat, kedua gadis itu tidak mampu berbicara apapun. Mereka hanya duduk meringkuk sambil berpegangan tangan di sudut celah bawah tangga. tuhan, apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mau mati hanya karena sebuah manikin bodoh. Berikan aku jalan untuk selamat. Lauren dan vania semakin mengeratkan pegangan tangan mereka, kala mendengar suara langkah kaki diseret di dekat mereka.
Disaat lauren dan vania gelisah sekaligus ketakutan, mereka di kejutkan oleh sebuah kepala yang menggelinding ke dekat kaki mereka. di antara remang – remang cahaya, lauren dan vania dapat melihat kepada si manikin dengan mata dan senyum bengisnya, yang seolah – olah mengejek kedua gadis itu. kalau mereka berdua tidak akan bisa lari darinya. Dengan suara serak manikin itu berkata “hallo”. Lauren dan vania terburu – buru keluar dari persembunyian mereka. Namun sial, si manikin malah menggigit kaki vania. lauren berusaha, melepaskan kepala si manikin yang menggigit kaki vania. setelah berhasil, lauren langsung melemparkan kepala si manikin.
Si manikin benar – benar tidak memberi ampun, gerakannya cepat, beringas dan tidak terduga. Hal itu terbukti dari serangan bertubi – tubi dari si manikin. kali ini vania kembali menjadi sasaran si manikin. tubuh vania yang kecil kembali dilempar hingga mengenai manikin – manikin plastik di dekat jendela. Si manikin tertawa jahat. Entah kenapa mendengar tawa si manikin membuat lauren sedikit merinding dan ketakutannya bertambah.
Si manikin terus – menerus menyerang vania. lauren ingin membantu vania, tapi dirinya sadar tidak mungkin melawan si manikin dengan tangan kosong. Dan sesuatu terlintas di pikiran lauren. sepertinya lauren tahu yang harus dia lakukan. Dengan tergopoh – gopoh lauren naik ke lantai tiga, dia membalikkan sebuah kasur kecil dan mengambil katana kecil yang tergeletak di sana.
Sejak butiknya di teror, lauren diam – diam sengaja mengambil katana miliki ayahnya dan dia simpan di ruko. Hal itu dilakukan lauren untuk berjaga – jaga dari serangan si peneror. Dan terbukti, lauren memang membutuhkan katana ini untuk melawan si peneror yang tidak lain adalah manikin di butiknya sendiri. lauren si manikin sedang membenturkan kepala vania ke kaca jendela. Melihat sahabatnya nyaris dicelakai, emosi lauren memuncak dengan sedikit berlari lauren mendekat ke arah si manikin dan langsung menebas kepalanya dengan kuat. Tubuh si manikin roboh, sementara kepalanya terlempar entah kemana.
“vania” lauren membantu vania berdiri “lo baik – baik aja kan?, tubuh lo ada yang luka?” tanya lauren khawatir
“gue cuma lebam – lebam doang. Dan hidung gue berdarah” jawab vania.