Tersayat Sembilu

VhyDheavy
Chapter #2

Episode 1-Kabar Buruk

Adi tengah bermuram durja di sebuah ruang kerja yang penuh dengan berkas-berkas perkantoran. Hidupnya sedang tidak baik-baik saja. Perasaannya dihancurkan oleh kabar buruk perihal perusahaannya. Jiwanya terguncang, jantungnya bagai dihunus pedang, bahkan sampai membuat tubuhnya bergetar hebat. Tubuhnya berangsur turun, sampai benar-benar jatuh tersungkur. Mata Adi masih terbelalak atas keterkejutannya mengenai kabar itu. Bagaimana tidak, jika perusahaan yang baru ia bangun selama satu tahun justru mengalami kebangkrutan secepat itu. 

Tak lama setelah mengalami syok berat, ia melenguh cukup keras. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Adi menangis meraung-raung, suaranya sungguh bising tetapi memilukan ketika didengar.

"Apa salahku? Sampai ini bisa terjadi padaku?!" Luapan emosi sedih semakin menjadi, meluluhlatakkan hati Adi.

Perihal siapa dalang dari semua kebangkrutan itu, ia tahu. Jauh sebelum hal buruk tersebut terjadi, Hendra—temannya—mengiming-iminginya keuntungan besar. Tidak disangka, tidak dikira, semua ucapan Hendra hanya sebatas tipu belaka. Atau Adi yang terlalu bodoh karena mempercayai ucapan Hendra dengan bujuk rayu yang begitu menggiurkan? Aset berharga milik perusahaan dicuri, sampai ia yang harus menanggung beban hutang dari sebuah bank besar.

Terlintas kedua anaknya dari empat bersaudara yang masih mengenyam pendidikan, juga sang istri yang selalu setia menemaninya selama ini. Tangisan Adi semakin menjadi, menyeruak masuk sampai ke ruang para karyawannya. Mendengar lenguhan memilukan dari sang atasan, Ibnu bergegas masuk ke ruangan sumber suara itu dengan langkah terburu-buru.

Ibnu terperanjat, sampai menghentikan lengkah di ambang pintu ruangan yang sudah terbuka sempurna. Ia mendapati atasannya yang tengah tersungkur jatuh, sembari memegangi kaki meja kerja. Apa yang terjadi? Pertanyaan itu spontan terlintas di benaknya.

Tak menunggu lama lagi, Ibnu segera menyadarkan dirinya. Kakinya terayun cepat menuju posisi Adi yang tengah putus asa. 

"Pak? Ada apa, Pak?" tanya Ibnu dengan segala perasaan khawatir.

"Kita bangkrut, Nu. Kita benar-benar bangkrut," jawab Adi. Tangisan ayah dari empat orang anak itu berangsur mereda, tetapi tidak dengan perasaannya yang masih disayat sembilu.

"Bangkrut? Bagaimana bisa? Ah ...." Tersadar dengan kondisi sang atasan yang semakin melemah, Ibnu mengurungkan niatnya untuk mengetahui lebih dalam perihal kabar itu. Ia segera membantu Adi untuk bangkit, detik berikutnya ia membawa Adi untuk duduk lebih nyaman pada sebuah sofa panjang di dalam ruangan itu.

Lihat selengkapnya