Tersayat Sembilu

VhyDheavy
Chapter #5

Episode 4-Rintihan

Ayya menghela napas dalam. Pikirannya masih terganggu oleh sikap ayahnya yang cukup aneh sore tadi. Alasan lelah yang dilontarkan oleh Adi, tidak membuatnya langsung percaya begitu saja. Seolah, Ayya memiliki indra keenam perihal perasaan. 

Malam yang semakin larut, tidak membuat gadis itu merasakan kantuk. Sudah menjadi kebiasaan, ketika pikirannya sedang terganggu, matanya enggan untuk terpejam. Terlebih, jika sudah berkaitan dengan keluarganya. Rasanya, sulit untuk membuat hati tenang.

"Biasanya, ... meskipun lelah, Papa enggak akan menghindari aku. Aneh banget!" gumam Ayya.

Namun, kendati sudah memikirkan berbagai dugaan, ia tetap tidak bisa menebak apa yang terjadi pada Adi. Lagipula, ia sering menghabiskan waktu di rumah, juga sekolah, bukan di kantor ayahnya itu. 

Rasa cemas berbaur menjadi satu dengan rasa penasaran, memenuhi hampir seluruh relung hati gadis itu saat ini. Untuk bertanya secara langsung, Adi pasti akan menjawab sekenanya dan mungkin sama layaknya sebelumnya. 

Lelah? Bukan itu, Ayya bisa merasakannya. Namun, gadis itu tidak bisa berbuat banyak. Bahkan, sekalipun tahu, ia tidak bisa banyak membantu. Hanya saja, membiarkan ayahnya kesulitan sendiri, ia tidak tega sama sekali.

"Aku yakin, aku tadi dengar Papa sedang menangis. Coba saja, Mama enggak tiba-tiba muncul, pasti aku sudah tahu alasan di balik sikap aneh Papa."

Ayya mendesah pasrah, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang berisi kasur empuk. Matanya menatap ke langit-langit kamar yang terhias lampu neon berwarna putih. Sementara, telinganya masih saja mendengungkan tangisan Adi beberapa saat yang lalu.

"Aaarg! Sumpah, enggak enak banget kalau ditahan sendiri, kayak nahan kentut!" keluh Ayya. Sedang dirinya kembali terbangun dari posisi merebah yang sempat ia ambil.

Belum lagi, tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering. Meski malas, ia akhirnya bergegas turun. Ayya mengambil langkah untuk keluar dari kamarnya, hendak menuju dapur di mana kulkas berisi air dingin tersaji di sana.

Hampir seluruh ruang rumahnya sudah gelap karena lampu-lampu telah dimatikan. Para penghuni lain pun memang sudah terlelap. Hanya gadis itu yang masih terjaga, dengan perasaan penuh tanya yang berbaur dengan kecemasan perihal ayahnya.

Lagi-lagi, isak tangis terdengar di telinga Ayya. Gerakan kaki gadis itu terhenti seketika. Ia memasang telinga lebih seksama, memastikan dari mana sumber suara.

"Ruang tamu ...?" Ayya menyadari tempat itu sebagai sumber suara berikut isak tangis yang entah milik siapa.

Gadis itu memutar arah, yang sebelumnya menuju dapur, kini bergerak ke ruang tamu. Pelan, Ayya berusaha untuk tidak menimbulkan suara pada kakinya. Berharap, ia bisa memastikan tanpa menganggu orang itu sedikit pun. Meski sejujurnya, degup jantungnya sangat cepat dan tidak beraturan.

Ayya tegang, bagaimana jika sosok hantu jahil? Pertanyaan itu yang terlintas di benaknya. Ayya menelan saliva dengan susah payah, bulu kuduknya meremang. Mau mundur, sudah kepalang tanggung. Rasa penasaran justru lebih dominan daripada sekian rasa yang berkecamuk di dalam dirinya.

Lihat selengkapnya