Tersenyapkan

Lada Ungu
Chapter #3

Chapter 3

Matahari terbit perlahan di atas lingkungan Perumahan Ambrosia yang tenang, memancarkan cahaya lembut di jalanan yang damai. Pagi ini Ambrosia kembali tenang setelah semalam suntuk menggila dalam hinggar-bingar musik.

Di ruang tamu, Bu Ratna menyingkap gorden cokelat muda dan mengintip tetangga depannya itu. Seperti ada sesuatu yang menarik di balik pintu rumah itu, dan Bu Ratna ingin sekali memulai persahabatan baru. Namun, di balik keinginannya yang kuat, keraguan tetap mengganggu pikirannya. Akankah suasana damai tercipta antara nightclub dan para warga Ambrosia?

Dia pun memutukan pergi berjalan-jalan berkeliling perumahan. Ada dua jalan yang menghubungkan rumah-rumah di Perumahan Ambrosia; Gang Satu dan Gang Dua. Bagian depan perumahan itu berisi ruko yang telah lama dibiarkan kosong oleh pemiliknya sejak peristiwa Mei 1998 mengoyak negeri.

Pagi itu, Bu Ratna berencana mengajak para tetangganya berjalan-jalan mengitari perumahan sambil menunggu tukang sayur yang akan lewat setengah jam lagi, tepat di pukul delapan pagi.

Perempuan berusia 50 tahun dengan rambut abu-abu yang terurai indah, keluar rumah dengan semangat tinggi. Dia keluar dari rumahnya dan berjalan menuju ke taman dekat rumahnya. Di sana, dia bertemu dengan para tetangganya yang juga sudah pensiun dari berbagai pekerjaan. Mereka adalah teman-teman baiknya yang selalu menyenangkan.

“Selamat pagi, Bu Ratna!” sapa Bu Tantri, tetangga seberang rumahnya.

“Selamat pagi, Bu!” balas Bu Ratna dengan ramah. “Lho mau ke mana Bu?”

“Ikut jalan-jalanlah, bosan tidur terus,” Senyum Bu Tantri mengembang cerah. “Aku kangen teman-temanku.”

Bu Ratna buru-buru mendekati Bu Tantri yang berjalan memakai alat bantu jalan yang meyerupai kereta dorong itu. “Kemo kemarin lancar kan?”

“Lancar, Bu Ratna. Masih lemas, kata Pak Yoga aku suruh tidur saja. Tapi kan bosan ya Bu tidur terus. Mending jalan-jalan.” ujar Bu Tantri ramah. Bu Tantri, perempuan 60 tahun itu sudah setahun ini berjuang melawan kanker payudara. Untunglah, suaminya, Pak Yoga, pria penyabar dan pandai memasak. Hari-hari Bu Tantri menjadi lebih ringan dipenuhi makanan-makanan enak.  

Bu Ratna pun meraih tangan Bu Tantri dan menggandengnya. Mereka bersama-sama akan ke taman terbuka di Gang Dua perumahan mereka. Di sana, mereka biasa berkumpul, berolahraga sederhana yang sudah diajarkan saat kegiatan posyandu lansia atau sekadar duduk-duduk mengobrol.

Sambil berjalan pelan-pelan, Bu Tantri bertanya, “Tobias itu sampai kapan ya Bu, menyetel musik keras-keras begitu?”

“Katanya sih sampai pembukaan. Itu tinggal tiga hari lagi, Bu.”

“Kalau dibilangin, jangan keras-keras bisa nggak ya Bu? Bising sekali. Selain itu jedag-jedungnya bikin kepala saya sakit” keluh Bu Tantri sambil memijit-mijit keningnya.

“Kita tunggu sampai pembukaan ya, Bu.”

“Kalau dibilangin jangan jedag-jedug bisa nggak? Suaranya boleh nyaring tapi jangan jedag-jedug, gitu.”

Lihat selengkapnya