Tersenyapkan

Lada Ungu
Chapter #5

Chapter 5

 

Pesta pembukaan nightclub di malam minggu berlangsung sangat meriah dan ramai. Bu Ratna mengira usai pesta pembukaan, klub itu akan tutup setidaknya sehari atau dua hari untuk memasang peredam. Atau setidaknya, tutup sejenak demi menghargai warga Ambrosia yang telah berlapang hati memberikan waktu seminggu agar sampai acara grandopening. Hari minggunya, masih terdengar musik rock disetel keras-keras dari Dargon Nightclub sejak jam tujuh pagi membuat Bu Ratna kesal luar biasa.

Hari demi hari berlalu, Dargon Nightclub menyetel musik sekeras itu. Awalnya Bu Ratna membiarkan sebab untuk persiapan pembukaan nightclub. Tapi setelah acara pembukaan, nightclub itu masih bersuara nyaring, mulai membuat dirinya marah.

Bu Ratna tidak habis pikir mengapa nightclub itu tetap menyalakan musik keras-keras padahal dia tahu nightclub-nya ada di kawasan perumahan. Tobias pemilik nightclub berdalih tidak tahu bahwa lingkungan perumahan itu masih berpenghuni. Dari informasi yang dia dapatkan, perumahan itu sudah tidak berpenghuni.

Mendengar pengakuan Tobias, Bu Ratna sebenarnya merasa iba dan membiarkan pemuda itu menjalankan konsep sesuai rencanaya hanya sampai acara pembukaan. Setelah itu, Tobias diminta memasang peredam. Tapi, alih-alih mematikan musik usai acara acara pembukaan dan memasang peredam terlebih dahulu, pemuda itu malahan seperti sengaja bermusik keras-keras sampai pagi ini. Tingkah Tobias membuat Bu Ratna sebal luar biasa.

Suara bising dari rumah Tobias membuat Bu Ratna serba salah. Mau tidur tidak bisa, mau nonton tv kan tv-nya di ruang tengah. Suara musik rock yang disetel Tobias justru makin terdengar.

Satu-satunya tempat yang memberikan ketenangan baginya adalah dapur, maka Bu Ratna memutuskan untuk mendekam di sana saja meskipun belum tahu apa yang hendak dilakukan di sana.

Pak Danar sedang pergi ke rumah teman masa kuliah dulu yang sakit stroke. Karena rumah teman itu jauh dari Ambrosia dan Pak Danar pergi naik bus yang kemunculannya satu jam sekali, menurut perkiraan Bu Ratna, suaminya itu baru pulang sore hari.

Rani anak keduanya biasanya pulang mengajar selepas pukul dua siang nanti, tapi hari ini hari gajian dan Rani ingin berbelanja kebutuhan rumah dulu. Bu Ratna memperkirakan, Rani baru pulang sore hari atau bahkan menjelang malam.

Semula Bu Ratna berencana memasak nanti sore sekalian saja sehingga makanan masih hangat saat anak serta suaminya pulang, dan makan malam. Tapi telinga Bu Ratna terlalu berdenging-denging dan kepalanya berdenyut-denyut mendengarkan suara bising itu. Dia butuh kegiatan mengalihkan pikiran dengan begitu musik nyaring dari nightclub akan tidak terlalu terdengar.

Sabar… sabar…. Ucap Bu Ratna dalam hati berkali-kali agar dirinya tenang.

Bu Ratna berjalan ke dapur mengambil sisa lele dari dalam kulkas yang sudah dilumuri kunyit sejak Sabtu kemarin. Sebenarnya dia berniat menggoreng lele itu hari Sabtu, dia tidak mengira pembukaan nightclub akan sebising itu dan membuatnya malas beraktivitas apa pun kecuali menonton tv sambil sesekali memaki-maki Tobias si pemilik nightclub manakala suara bisingnya sudah kelewat batas.  

Bu Ratna meletakkan wajan di atas kompor dan menyalakan kompor, menuangkan minyak goreng ke wajan dan membiarkan minyak itu panas. Beberapa detik kemudian, diayunkan tangannya ke atas wajan untuk merasakan uap panasnya. Setelah dirasa panasnya cukup, Bu Ratna mengecilkan api lalu dimasukkanlah lele goreng yang sudah dipotong-potong itu. Kemudian ditutup dengan tutup panci agar minyak panasnya tidak mengenai dirinya. Bu Ratna baru saja memutar kenop kompor ke kiri untuk membesarkan apinya, ketika ponselnya berdering. Dia pun mengecilkan kembali api kompor.

Bu Ratna mengelap tangannya yang berlumuran kunyit ke dasternya, menciptakan lukisan telapak tangan kuning di daster bagian pinggang belakang, lalu mengambil kaca mata di meja dapur. Kedua manik matanya melihat ada nama Bu Indah di layar ponselnya.

Bu Ratna buru-buru mengangkat telepon. Jantungnya berdegup kencang mengira Bu Indah sakit. Setiap panggilan telepon baginya serupa lonceng tanda berita dukacita yang mengintai. Meskipun tahu bahwa kematian harusnya sudah menjadi hal biasa di rentang umur ini, tapi tetap saja, kehilangan teman adalah kedukaan panjang.

“Halo….” sapa Bu Ratna hati-hati dan jantung berdetak waswas.

“Bu Ratna di rumah Bu?”

“Iya. Ada apa Bu Indah?”

Lihat selengkapnya