Tersenyapkan

Lada Ungu
Chapter #6

Chapter 6

Mendengar pertanyaan bertubi-tubi Bu Indah mau tidak mau membuat Bu Ratna tergelak-gelak. Sahabatnya ini memang kesabarannya setipis tisu dibagi seribu, suaranya cempreng dan selalu bernada tinggi. Bicaranya pun langsung menusuk intinya, tanpa berputar-putar ke sana kemari. Gaya bicara Bu Indah sering disalahpahami sebagai galak oleh orang yang baru pertama kali bertemu dengannya.

Namun, kalau sudah kumat jiwa ngerumpinya yang tidak terbendung, Bu Indah bisa mendadak berubah menjadi Dewi Kesabaran yang halus tutur katanyanya. Meskipun sedetik setelah mendapatkan informasi yang memuaskan rasa ingin tahunya, dia kembali ke watak aslinya.

“Heish, Bu Indah! Jangan mengajarkanku kepo begitu. Kata Rani aku terlalu kepo. Ini lagi nge-rem biar nggak kepo-kepo banget.” Bu Ratna memberengut kesal.

“Lhoo… kepo itu bermafaat, Bu,” ujar Bu Indah “Andai saja Tobias itu orang yang kepo, dia pasti tahu kalau perumahan ini meskipun sepi tapi masih ada penghuninya. Di sebelah rumahnya ada orang. Di seberang rumahnya juga ada orang. Jadinya nggak bakal bikin nightclub di lingkungan perumahan begini. Dan kalau dia kepo, dia pasti tahu rumahnya bekas apa dan cocok atau tidak dengan dirinya yang penakut itu! Jadinya nggak perlu menyetel musik kencang-kencang.” Bu Indah mengambil napas sejenak setelah menumpahkan segala unek-uneknya yang terpedam sejak kehadiran nightclub itu.

“Ya sudah, kita tunggu saja Bu. Coba semalam lagi deh. Nanti kalau masih nyetel musik keras-keras, kita tegur bareng-ba….” Bu Ratna tidak melanjutkan kata-katanya ketika di seberang dia melihat mobil pick-up putih bertuliskan ABA Elektronik, di belakangnya dua pemuda berseragam biru dengan masing-masing mengendarai motor membuntuti pick up itu.

Bu Ratna dan Bu Indah pun bangkit berdiri dan melongok ke pintu mengawasi lekat-lekat tetangga mereka menurunkan barang-barang. Bu Wening yang rupanya juga hendak ke rumah Bu Ratna, saking terkejutnya melihat ada Tobias di teras malah diam berdiri mematung dengan pandangan terang-terangan ke arah anak muda itu.

Tobias yang sedang mengawasi staf ABA Elektronik menurunkan speaker-speakernya jengah diperhatikan Bu Wening. Dia berpaling menatap Bu Wening dan membuat wanita 65 tahun itu terperanjat ketika beradu pandang dengan Tobias.

Bu Wening mengangguk kikuk saat tertangkap basah memperhatikan kegiatan di rumah tetangganya itu. Dia lalu buru-buru membuka pagar rumah Bu Ratna dan bergabung dengan dua temannya yang ternyata sedang mengamati pick up itu dari pintu.

“Beli speaker lagi?” bisik Bu Wening.

“Iya!” sahut Bu Indah dengan suara keras. Alhasil Tobias menengok dan melihat kegiatannya sedang diamati tiga nenek-nenek dari seberang rumahnya

“Hush! Dasar nenek-nenek, lagi mengintip malah teriak-teriak,” sembur Bu Ratna sebal sekaligus malu. Di sebelahnya Bu Wening malah terkekeh geli.

Bu Indah, Bu Wening, dan Bu Ratna pun mau tak mau mengangguk canggung ke arah Tobias. Bu Ratna buru-buru mendorong-dorong kedua sahabatnya itu masuk ke rumah Bu Ratna.

Bu Wening menyenggol Bu Indah. “Kamu, sih. Aku sudah pelan-pelan, kamu malah teriak-teriak.”

“Paling Bu Indah lupa belum pakai hearing aid itu,” goda Bu Ratna sembari menarik kedua sahabatnya itu duduk di sofa.

“Sudah pakai, kok.” katanya sambil menunjuk lubang telinganya yang tertutup hearing aid. “Aku sengaja saking emosinya.”

“Emosi kenapa?” tanya Bu Wening sok polos sambil menepuk-nepuk pundak Bu Indah. Padahal dia tahu, sumber kekesalan temannya itu sama dengannya.

Lihat selengkapnya