Tersenyapkan

Lada Ungu
Chapter #8

Chapter 8

Ketika keempat speaker baru sudah terpasang, Supervisor itu dengan berat hati menuruti Tobias. Dia menyetel suara ke volume tertinggi. Begitu lagu dangdut yang diputar Tobias terdengar lantang dengan bass yang dalam, dia spontan menutup telinga karena suaranya terasa menusuk lubang telinga. Kemudian, buru-buru dikembalikan ke volume ramah telinga. “Semua speaker ini berfungsi dengan baik, Pak.”

Tobias mengangguk. “Setel ke volume tertinggi lagi.”

Supervisor itu menghela napas. Benaknya sibuk memikirkan perbuatan buruk apa yang pernah dilakukan di masa lalu hingga mendapat karma bertemu klien kepala batu dan galak macam ini. Harga satu speaker itu sama dengan setahun gajinya. Andai harga speaker itu semurah kerupuk putih warteg, pasti sudah ditimpuknya klien keras kepala itu dengan speaker. Siapa tahu hantaman keras membuka kesadaran kliennya.

Ya kali menyetel speaker ke tingkat maksimal di tengah pemukiman begini. Ada-ada saja! Supervisor itu cuma berani mengomel dalam hati dan para staf diam-diam melirik iba padanya.

Sambil menahan jengkel, Sang Supervisor menyetel kembali speaker ke volume tertinggi. Suara dangdut koplo kembali bergema nyaring sekali.

Tobias menyetel bass di speaker itu juga ke posisi tertinggi sehingga suara bassnya semakin bertalu-talu. “Dangdut itu enaknya jedag jedug,” kata Tobias tersenyum puas.

Supervisor itu cuma bisa menghela napas. Lantai tempatnya berpijak terasa bergetar. Namun, dia tidak tahu lagi lantai itu hanya sungguhan bergetar atau hanya perasaannya saja.

Di saat Supervisor dan timnya merasa bersalah kepada para tetangga karena suara nyaring yang mereka hasilkan, Tobias malahan hanya duduk santai di sofa sambil menikmati alunan musik dangdut tanpa sedikit pun merasa bersalah apalagi menyesal.

Melihat kelakuan Tobias, dalam hati Supervisor bertanya kepada Tobias, Kapan Pak Tobias terakhir kali ke THT?

Telinganya sudah terasa pedih tapi dia tidak punya kuasa mencegah ulah kliennya. Jalan satu-satunya menjauh dari biang onar itu adalah dengan pergi secepatnya dari sini, dan tidak ada jalan lain selain secepat mungkin menyelesaikan pekerjaan. Dia tidak tahu—dan juga tidak ingin tahu—hal aneh apa lagi yang akan dilakukan kliennya nanti, mengingat sifat klien ini sangat-sangat keras kepala.

Supervisor itu pun membantu pekerjaan karyawannya membereskan plastic dan gabus membungkus yang berserakan. Mereka semua bergerak cepat memasukkan sampah sisa-sisa kemasan dalam plastik besar.

Lihat selengkapnya