Tersenyapkan

Lada Ungu
Chapter #9

Chapter 9

Malam ini warga Ambrosia bertekad mengadakan pertemuan demi membahas langkah-langkah yang sebaiknya mereka lakukan sebelum nightclub itu beroperasi terlalu lama. Rapat diadakan di rumah Pak Amat yang terletak di Gang Dua agar tidak mengundang kecurigaan Tobias. Sebab sepanjang malam nightclub itu tampak dijaga pemuda-pemuda bertampang seram. Mereka menduga para pemuda itu preman. Demi keselamatan bersama, rapat diadakan bukan di rumah Bu Ratna yang tepat di depan nightclub .

Bu Ratna, seorang wanita dengan tekad yang tak tergoyahkan dan pembela komunitasnya yang gigih, berdiri di tengah badai yang berkecamuk di hati para lansia warga Ambrosia yang malam itu berkumpul. Sorot mata Bu Ratna bagaikan kolam kebijaksanaan yang dalam. Dia mengamati satu per satu wajah penghuni Ambrosia. Keletihan terukir jelas di  wajah mereka. Kantung mata yang mengendur kini tampak menghitam akibat kurang tidur. Pada saat-saat seperti inilah kekuatannya yang sebenarnya terungkap dengan sendirinya — semangat gigih yang menolak untuk diombang-ambingkan oleh angin kesulitan yang diterbangkan pemuda-pemuda tidak bertanggung jawab.

Memberi isyarat untuk diam, Bu Lila berbicara kepada hadirin yang lelah, suaranya membawa beban pengalaman dan gema dari pertempuran yang tak terhitung banyaknya yang diperjuangkan selama ini. “Tetangga-tetanggaku yang baik, janganlah gangguan ini menggoyahkan semangat kita. Kita adalah para penghuni Perumahan Ambrosia yang bertanggung jawab menjaga kerukunan. Kita tidak akan goyah menghadapi badai yang menerjang ini.” Bu Ratna memandangi wajah-wajah para tetangganya yang sayu dan berkeriput, dia menelan ludah dan melanjutkan pembicaraan. “Kita perlu melakukan sesuatu demi mengembalikan ketenangan perumahan ini. Apakah bapak ibu sekalian ada saran?”

Pak Yoga, Pak Amat, Pak Umar, Pak Danar dan Pak Restu diam membisu. Masih seperti berpuluh-puluh tahun lalu, setiap rapat perumahan hanya dihadiri para bapak. Ibu-ibu akan berapat di tukang sayur keesokkan paginya.

Karena tidak satu pun dari hadirin mengeluarkan usulan, Bu Ratna pun berkata lagi. “Kita perlu menegur Tobias, tapi tidak ada peraturan yang bisa menjadi landasan tindakan saya itu. Jadi saya bingung harus berbuat apa.”

Pak Amat mengacungkan telunjuk, meminta waktu untuk bicara, ketika telah dipersilakan, Pak Amat pun berkata “Bu Ratna sudah menghubungi Pak Yohan?”

“Belum. Saya nggak tega sama Pak Yohan kalau Tobias, meminta uangnya dikembalikan. Uang itu pasti sudah habis untuk membayar upeti tanah.”

Mendengar jawaban Bu Ratna, Pak Amat menempuk kening dan menyahut “Oh iya, ya. Bulan Mei ini kan waktunya membayar upeti rumah.”

“Tapi Bu Ratna,” Pak Restu menimbrung pembicaraan mereka, “Kalau kita tegur Tobias langsung apakah Tobias tidak minta uangnya kembali juga?”

“Ya, pasti minta deh kayaknya Pak. Makanya saya cuma bisa menyarankan saja, tidak bisa menegur terlalu frontal.”

“Mereka jualan miras juga kan Bu. Bukankah itu ada peraturannya?” tanya Pak Restu. “Kalau tidak salah, cuma hotel bintang lima yang boleh berjualan miras?”

Lihat selengkapnya