Enam bulan kemudian….
Â
Enam bulan berlalu, sejak malam itu, perubahan besar terjadi dalam hidup warga Perumahan Ambrosia. Tobias masih bersikukuh menyalakan musik bervolume nyaring dan berdebam. Karena nightclub ini berkonsep sewa, saat ada pelanggan yang ingin mengadakan acara musik siang hari, maka musik bervolume keras pun akan menyala. Demikian pula, jika ada yang menyewa tempat itu dini hari atau pagi hari.
Malam ini, sekelompok pemain band menyewa tempat itu. Drum, gitar listrik dan keyboard siap mengalunkan harmoni perasaan yang terpendam, mengusik istirahat siang warga Ambrosia. Satu persatu nada-nada kehidupan mereka terungkap dalam gebukkan-gebukkan drum yang mengentak, dawai-dawai gitar yang menggema, alunan tuts penuh emosi dari keyboard serta seruan-seruan lagu patah hati dari pita suara
Sebuah perumahan seketika berubah menjadi panggung pentas band dadakan. Suara bising dan dentuman bass bertalu-talu, kebisingan pun semakin menjadi-jadi.
Dari teras rumahnya, Bu Ratna hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan para laki-laki dewasa yang bertingkah layaknya remaja, sepenuh hati memainkan alat musik di halaman belakang tanpa memedulikan telingga tetangga.
Dulu Bu Ratna pernah menegur mereka karena main band malam-malam dan mengganggu jam tidur. Makanya saat ini mereka bermain band siang hari. Dulu Bu Ratna pernah menegur agar mereka tidak terlampau berisik, tapi mereka malahan mengamuk dan mengeraskan suara musiknya. Rupanya patah hati tidak kenal usia. Mau usia berapa pun patah hati tetaplah menyayat hati.