15:03.
Dejavu. Itulah yang Hanin rasakan saat memandang pantai yang terhampar di depannya. Lagi-lagi Hanin teringat film horor yang pernah dia lihat. Tempat ini persis seperti di film itu.
Pantai yang terhampar cukup panjang dan memiliki tebing yang tinggi di sebelah kanan, sedangkan di sebelah kiri terdapat sekumpulan karang-karang yang cukup besar.
Hanin membeku, terasa ada seseorang yang menyentuh pergelangan tangannya. Seketika itu juga, Hanin merasa pusing bukan kepalang. Seperti ada sesuatu yang mendorong kepala Hanin dari dua arah. Rasanya kepala akan pecah. Ketika Hanin menggoyangkan kepala, rasa sakitnya luar biasa.
Hanin mencoba menghela napas panjang lewat hidung, dan membuangnya melalui mulut seperti yang kerap diajarkan oleh ayahnya untuk menenangkan diri, atau mengurangi kesakitan. Hanin memang sangat sulit untuk menenangkan diri. Dia mudah panik dalam segala hal. Ayahnya yang mengetahui kelemahan Hanin, terus mengajarkan Hanin untuk bisa tenang dan tidak panik dalam mengadapi berbagai situasi.
Hanin merasakan keringat mulai menetes dari keningnya. Hanin hanya bisa bernapas pendek-pendek seperti orang selesai berlari. Rasa sakit yang amat sangat di kepalanya itu membuatnya sulit menarik napas panjang. Hanin pun menyerah.
Hanin menyerahkan kameranya kepada Nunu sambil mengatakan bahwa dia tidak enak badan dan ingin menunggu di mobil saja. Hanin meminjam jaket Ara, mengenakannya, lalu duduk bersandar ke kursi mobil sambil memijat-mijat kepala.
Kepala Hanin terus berdenyut-denyut tiada henti. Mungkin aku kelelahan karena baru saja menempuh enam jam perjalanan, pikir Hanin. Jadi, Hanin memejamkan mata dan berusaha tidur saat suara deru mobil membangunkannya.
Mobil silver rupanya telah tiba. Hanin membuka kaca jendela dan melambai ke arah teman-temannya dari dalam mobil.
Anak-anak dari mobil silver pun bergegas turun dan langsung berjalan ke arah pantai sambil tertawa dengan muka yang sangat bahagia.
“Enggak turun, Nin?” tanya Wija ketika berjalan melewati Hanin.
“Enggak, Ja. Kepalaku sakit banget jadi males turun,” kata Hanin sambil memaksakan seulas senyum.
“Oh, ya udah, istirahat aja, ya,” kata Wija sambil menepuk tangan Hanin.
Hanin mengangguk dan kembali memejamkan mata.
Cuaca sedang tidak panas dan tidak hujan, sangat pas dan nyaman untuk bermain di pantai.