ARUDIA

Onet Adithia Rizlan
Chapter #1

SAMPALI

Mobil hitam itu meluncur di areal perkebunan tembakau yang sepi. Di kiri dan kanan jalan beraspal tipis dan sebagian besar sudah mengelupas hingga menyembulkan batu-batu kerikil yang berserak, membuat jalan di sekitar perkebunan itu cukup berbahaya bila berkendara dengan kecepatan penuh. Raut wajah seorang pemuda yang duduk di belakang setir mobil itu terlihat tenang, ia memacu mobil yang dikendarainya dengan kecepatan sedang. Setiap kali menurunkan atau menambah kecepatan mobil ketika berada di jalan yang rusak parah atau saat melintas di tikungan, debu-debu berterbangan menutupi sekitar jalan yang ia lalui. Bahkan burung-burung yang berada di semak belukar pinggiran jalan pun terbang ketakutan ketika mobil hitam itu melintas dengan cepat. 

Siang berganti petang, matahari berwarna tembaga dan suasana sekitar areal perkebunan semakin sunyi. Semua pekerja baik di kebun atau yang bertugas menjemur tembakau di bangsal—bangunan panjang terbuat dari kayu beratap rumbia, berjajar memanjang berseberangan dengan kebun—telah pulang ke rumahnya masing-masing. Areal perkebunan yang luas itu seperti daerah tak bertuan, sunyi dan sepi. Hanya mobil hitam yang dikendarai oleh lelaki itu meliuk-liuk di tengah jalan membelah areal perekebunan dengan suara mesin mobil yang menderu memecah keheningan. Tiba-tiba saja mendung hitam bergelayut di langit, menutupi pendar cahaya matahari senja berwarna tembaga, suasana jalan di tengah perkebunan tembakau menjadi gelap. Lelaki pengendara mobil hitam itu menyalakan lampu depan, jalan yang mulai diselimuti gelap menjadi terang, dan ia kembali leluasa memandang jalan yang membentang di depan. 

Gelegar petir menyambar, suaranya membahana dan kilatan cahaya putih perak membelah angkasa, membias sampai ke areal perkebunan. Lelaki yang mengemudikan mobil warna hitam itu semakin menambah kecepatan, ia tak mau terjebak dalam hujan angin di tempat yang tak berpenghuni seperti di tengah perkebunan tembakau itu. Setelah terdengar suara petir dan kilat yang menyambar-nyambar beberapa kali, hujan pun turun dengan sangat deras. Air yang turun mengguyur dari langit seketika itu menutupi jalan di tengah perkebunan yang beraspal tipis dan berlubang-lubang. Beberapa kali mobil hitam itu berguncang ketika melindas jalan berlubang, tapi si lelaki pengemudi mobil tak peduli. Ia masih terus memacu kendaraannya dan tak ingin berada di tengah perkebunan yang luas itu sampai malam hari, karena cerita-cerita mistis tentang perkebunan tembakau—yang pernah ia dengar sedikit banyak mempengaruhi perasaannya sekarang—membuat nyalinya menjadi ciut. Kalau ia bertemu dengan begal atau penjahat, baginya tidak terlalu bermasalah, masih sama-sama manusia. Setidaknya ia masih bisa melawan, tapi kalau saja sosok tanpa kepala atau manusia dengan muka rata dan tubuh berdarah-darah menghadangnya, atau tiba-tiba saja mobil dipenuhi dengan makhluk menyeramkan seperti cerita para pekerja kebun tembakau, siapa yang tidak akan mati ketakutan? 

Lihat selengkapnya